TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum eks Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming, Denny Indrayana, menyatakan belum mendapat informasi terkait upaya penjemputan paksa kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Denny meminta KPK menunggu keputusan praperadilan kasus ini pada Rabu mendatang, 27 Juli 2022.
"Kami justru akan mengecek apakah betul informasi tersebut. Kami akan melakukan koordinasi pendampingan kalau memang benar. Akan tetapi, kami akan cek karena kami belum mendapatkan informasi itu," kata Denny usai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin, 25 Juli 2022.
Denny mengatakan akan memberikan berbagai upaya hukum untuk Mardani. Namun, Denny berharap KPK dapat menghormati proses praperadilan yang masih berlangsung.
"Putusan praperadilannya besok lusa, ya, Rabu, jadi sebenarnya kami mohon kepada KPK untuk menghormati proses praperadilan supaya tidak terjadi komplikasi. Kalau nanti mudah-mudahan putusannya dimenangkan, maka tidak perlu pemeriksaan," kata Denny.
Sebelumnya KPK melakukan penggeledahan di sebuah apartemen untuk menjemput paksa Mardani. Pelaksana tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan bahwa tim penyidik melakukan penjemputan paksa setelah politikus PDIP itu mangkir dari dua panggilan sebelumnya.
KPK juga beralasan bahwa proses praperadilan tidak bisa menjadi alasan bagi Mardani untuk mengelak dari pemeriksaan.
Mardani H Maming telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu. Kasus ini ditangani KPK setelah menerima laporan dari mantan Kepala Dinas Energi dan Pertambangan Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo.
Dwidjono sendiri telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin. Kasus Dwidjono ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Dalam laporannya, pihak Dwidjono menyebutkan keterlibatan Mardani dalam pengalihan IUP PT Berkah Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) pada 2011 lalu. Dia menyebut Mardani sebagai pihak yang memperkenalkannya dengan Direktur Utama PT PCN, Henry Soetio, di sebuah tempat di Jakarta.
Dwidjono juga menyatakan bahwa surat keputusan pengalihan IUP itu ditandatangani terlebih dahulu oleh Mardani sebelum dirinya memberikan rekomendasi. Selain itu, Dwidjono juga menyebut politikus PDIP tersebut menerima sejumlah uang dari PT PCN.
KPK telah menetapkan Mardani sebagai tersangka dalam kasus ini meskipun belum mengumumkannya secara resmi. Hal itu diketahui setelah komisi anti rasuah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencekal politikus PDIP tersebut bersama adiknya, Rois Sunandar.
Mardani H Maming lantas mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapannya sebagai tersangka oleh KPK. Pria yang juga menjabat sebagai Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menilai penetapan dirinya sebagai tersangka cacat hukum.