TEMPO.CO, Jakarta - LBH Yogyakarta mencatat ada beberapa desa lain yang menolak pembangunan Bendungan Bener, selain Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Hal itu disampaikan Kharisma Wardhatul Khusniah dari Divisi Penelitian di LBH Yogyakarta, dalam diskusi daring Launching Riset Penilaian Dampak Sosial: Wadas Tolak Perampasan Ruang Hidup pada Sabtu, 12 Februari 2022.
Dia mencatat bahwa warga Desa Wadas memang sejak awal sudah menyuarakan penolakan terhadap proyek Bendungan Bener. “Karena beberapa alasan, seperti kerusakan alam, sosial dan lainnya,” ujar Kharisma.
Menurut Kharisma, penolakan pembangunan Bendungan Bener juga terjadi di Desa Gundung, Kecamatan Bener, yang merupakan lokasi tapak bendungan. Namun, dia melanjutkan warga menolak hasil appraisal yang rendah.
Karena yang awalnya mereka menerima kesepakatan dengan harapan akan mendapatkan ganti rugi, tapi malah mendapatkan appraisal yang rendah sekitar Rp 50-60 ribu per meter persegi. “Warga Desa Gundung juga menerima dampak lingkungan seperti, rumah retak, serta longsor yang menutupi perkebunan dan menutupi akses sungai,” kata dia.
Desa lainnya adalah Desa Burat, di Kecamatan Kepil, Kabupaten Wonosobo. Kharisma mengatakan bahwa pada intinya warga Desa Burat ini mendukung proyek Bendungan Bener, tapi mereka menolak ganti rugi yang murah. “Mereka juga menentang segala bentuk intimidasi dan perjanjian sepihak,” tutur Kharisma.
Sebelumnya, ratusan polisi mendatangi Desa Wadas pada Selasa lalu. Mereka tiba untuk mengawal pengukuran tanah yang akan dijadikan area penambangan batuan andesit. Batuan andesit ini akan menjadi material utama pembangunan Bendungan Bener.
Belakangan, polisi malah menangkapi warga Wadas yang sejak awal menolak rencana penambangan tersebut karena berpotensi merusak lingkungan.