TEMPO.CO, Jakarta - Southeast Asia Freedom of Expression Network atau SAFEnet meluncurkan platform untuk melaporkan terjadinya pelanggaran hak-hak digital di Indonesia. Kanal aduan organisasi masyarakat sipil yang berfokus pada hak-hak digital itu bisa diakses di laman https://aduan.safenet.or.id.
"Kami berharap platform ini bisa menjadi saluran bersama bagi publik untuk melaporkan setiap pelanggaran yang mereka alami ataupun saksikan," kata Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto, Jumat, 21 Januari 2022.
Menurut Damar penting untuk publik memahami hak digital mereka. Hak digital, kata dia, mencakup hak untuk mengakses internet, hak untuk bebas berekspresi, dan hak atas rasa aman di ranah digital.
"Negara harus menghormati, melindungi dan memenuhi hak digital tersebut," kata dia.
Berdasarkan pemantauan SAFEnet, pelanggaran terhadap hak-hak digital makin marak. Bentuk pelanggaran itu, misalnya, pembatasan atau pemblokiran akses Internet. Pemblokiran itu pernah terjadi pada Mei dan Agustus 2019 ketika pemerintah memutus akses Internet dengan alasan stabilitas. SAFEnet bersama-sama masyarakat sipil lain kemudian menggugat pemutusan tersebut ke PTUN Jakarta. Hakim memutuskan bahwa pemutusan Internet itu melanggar hukum.
“Karena akses Internet merupakan hak digital paling fundamental agar warga negara bisa menggunakan hak lain, termasuk hak ekonomi, sosial, dan budayanya,” kata Damar.
Bentuk pelanggaran hak digital lainnya, kata dia, kriminalisasi terhadap ekspresi di ranah digital menggunakan UU ITE. Dua kasus terakhir, misalnya kriminalisasi terhadap dosen Saiful Mahdi di Banda Aceh dan konsumen klinik kecantikan Stella Monica di Surabaya.
Pelanggaran hak-hak digital lain, kata dia, adalah serangan digital kepada kelompok kritis. Menurut pemantauan SAFEnet, serangan digital terhadap aktivis dan jurnalis semakin marak ketika muncul isu-isu kontroversial seperti pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan pada pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun lalu.
Menurut Damar, kanal aduan yang baru diluncurkan lembaganya ini akan memudahkan publik melaporkan dan memantau penanganan bentuk pelanggaran digital tersebut.
Sebelumnya, formulir aduan untuk tiga bentuk pelanggaran hak-hak digital tersebut masih terpisah satu sama lain. Akibatnya, pemantauan juga dilakukan secara parsial. Saat ini, publik tinggal mengunjungi satu platform dan memilih bentuk pelanggaran yang mereka alami atau saksikan.
Selain bisa melaporkan, publik juga bisa langsung ikut memantau tren pelanggaran hak-hak digital yang terjadi. "Semoga dengan platform terbuka semacam ini, kita akan semakin banyak mendapatkan informasi dan data pelanggaran hak-hak digital," tutur dia.