Menurut dia, banyak hal yang membuat hotel itu menjadi tempat isolasi yang tak nyaman, bahkan berbahaya. Dari segi fasilitas, RB mengatakan kamar yang ia tempati tak punya toiletries yang layak. Furniturnya pun tua dengan sprei yang sudah berlubang dan kamar mandi yang bau.
Banyak kucing dan tikus yang berkeliaran di sekitar kamar pasien. Dengan kemampuan Covid-19 menyebar lewat hewan, RB merasa semakin terancam penularan lewat binatang atau bahkan penyakit lain yang dibawa oleh binatang tersebut.
Tak hanya itu, ia juga mengkhawatirkan staf medis yang mengunjungi mereka setiap hari untuk memeriksa suhu badan, tekanan darah, dan tekanan oksigen. Para petugas medis itu mendatangi kamar per kamar langsung tanpa memberi disinfektan pada alat kesehatan yang mereka gunakan. Memperbesar peluang penularan bagi sesama penghuni di sana.
"Secara keseluruhan tempat itu tak bersih. Padahal seharusnya untuk tempat tinggal pasien positif Covid-19, tempat itu seharusnya bersih," kata RB.
Keluhan ini tak hanya datang dari RB. JJ, seorang pria asal Amerika Serikat, juga mengalami pengalaman buruk yang sama. Pengalaman tak enak ini bahkan dimulai setibanya di Bandara Soekarno-Hatta pada akhir tahun lalu.
Dua kali menjalani tes PCR dengan hasil negatif di Amerika sebelum berangkat, JJ juga kaget saat hasil tes di bandara menunjukan hasil positif. Ia pun diminta menandatangani satu lembar dokumen berisi 10 poin. Menurut dia, salah satu poinnya adalah menyatakan bahwa dia telah terpapar Omicron.
"Saya tak mau tandatangani, karena saya mungkin positif Covid-19, tapi belum tentu Omicron. Saya minta tes ulang secara independen, tapi mereka bilang tak melakukan itu di sini," kata JJ.
JJ semakin kaget saat salah satu petugas yang ada di sana mengajaknya makan siang bersama. Petugas itu mengajaknya menumpang mobil untuk mencari makan. Untungnya, petugas bandara lain datang untuk menahannya pergi.