TEMPO.CO, Jakarta - Anak terhukum mati perkara narkotika, Merry Utami, Devy Christa bersama Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat meminta Presiden Joko Widodo
memberikan grasi kepada ibunya. Devy menyerahkan surat terbuka dan surat pribadinya untuk mendorong Presiden Jokowi mengabulkan grasi untuk ibunya. Surat permohonan agar Merry tidak jadi menjalani hukuman mati itu diserahkan di Kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, 1 November 2021.
Menurut dia, ibunya tidak pernah membuat masalah selama di penjara, dia berharap hal itu bisa menjadi pertimbangan untuk meringankan hukuman Merry. Sehingga, eksekusi mati tidak dilangsungkan.
Akan halnya Jaksa Agung ST Burhanuddin sedang mempersiapkan kemungkinan agar koruptor dalam perkara PT Asabri dan Jiwasraya bisa dihukum mati.
Pelaksanaan hukuman mati harus melalui beberapa proses yang diatur di dalam Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 12 tahun 2010. Ada empat tahap tata cara pelaksanaannya dimulai dari tahap persiapan; pengorganisasian; pelaksanaan; dan pengakhiran.
Mengutip dari laman peraturan.go.id, pada tahap persiapan harus ada perintah tertulis dari Kejaksaan kepada Kapolda, sesuai dengan daerah hukum pengadilan menjatuhkan putusan. Dengan perintah tertulis, Kapolda memerintahkan
Satuan Brimob Daerah menyiapkan pelaksanaan pidana mati.
Jika pelaksanaan hukuman mati di luar wilayah hukum pengadilan maka Kapolda dan kejaksaan setempat berkoordinasi dengan kapolda dan kejaksaaan yang jadi tempat pelaksanaan pidana mati.
Personel yang mengeksekusi disiapkan dari Brimob dan harus memenuhi kriteria sehat jasmani dan rohani melalui pemeriksaan jiwa dan psikotes. Mereka harus memiliki mental yang baik, tidak ada hubungan keluarga atau saudara dengan terhukum mati, dan mampu menembak minimial berada di kelas 2.
Baca: Jaksa Agung Pertimbangkan Hukuman Mati Kasus Korupsi, Begini Aturan Hukuman Mati
TIKA AYU | EK