TEMPO.CO, Jakarta - Tidak selamanya mereka yang bergerilya di medan perang semasa perjuangan kemerdekaan, berakhir dengan sebutan pahlawan. Gelar pahlawan tidak akan pernah disematkan kepada Kusni Kasdut, mantan pejuang sekaligus narapidana asal Malang, Jawa Timur.
Kusni yang lahir Desember, 1929 ini pernah terlibat dalam perang kemerdekaan (1945-1946) melawan penjajahan Belanda. Kusni yang sering mendapat julukan kancil ini adalah salah satu gerilyawan terlincah yang berada di kelompoknya.
Kusni berjuang di sekitar daerah Jawa Timur. James Siegel dalam bukunya Penjahat Gaya (Orde) Baru: Eksplorasi Kejahatan Politik dan Kejahatan (2000), selama revolusi Kusni acap kali melakukan revolusi dengan melakukan penjarahan kepada orang-orang Tionghoa dan membagikan hasil jarahannya kepada semua orang yang terlibat dalam revolusi.
Saat berjuang melawan Belanda, Kusni pernah dipenjara dengan beberapa koleganya. Ketika itu ia hendak memata-matai Belanda. Kusni yang melakukan penyamaran, namun berhadil terungkap oleh tentara Belanda. Hal tersebutlah yang membuat Kusni dikurung di sebuah ruangan yang bersebelahan dengan kandang ular.
Namun hal ini tidak membuat Kusni diam dan pasrah. Ketika itu ia bersama temannya melancarkan taktiknya untuk menembus ruangan tersebut. Kusni melancarkan aksinya ketika tahanan yang lain membuat kegaduhan di dalam rungan yang ia tempati, sementara ia beraksi dengan menjebol engsel pintu ruangan tersebut dengan sebilah besi.
Rencana inipun berhasil dilakukannya dengan membuat skrup yang terdapat di engsel pintu tersebut lepas. Tidak membutuhkan waktu lama, ketika pintu sudah terbuka ia beserta kameradnya kabur dari ruangan tersebut dengan melewati pos penjagaan. Kusni juga mencuri senapan di ruangan tersebut, walaupun ia sempat di tembak oleh tentara Belanda di bagian kakinya.
Setelah revolusi usai, Kusni ingin bekerja di korps militer. Namun luka tembak yang ia terima ketika melancarkan serangan ke kamp Belanda, membuat pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat itu menolaknya. Selain itu, Kusni juga tidak terdaftar dalam kesatuan milisi pro-Republik.
Dengan keadaannya yang tersebut, Kusni merampok kembali, seperti yang ia lakukan saat ia bergerilya bersama gerombolannya. Namun, perampokannya kali ini tidak menyusuri hutan dan merayap ke kamp-kamp militer. Perampokan yang dilakukan Kusni lebih terorganisir dan mengambil jarahan yang lebih besar, berlian salah satunya.
Kusni pernah melakukan perampokan di Museum Gajah di Merdeka Barat, Jakarta. Museum ini letaknya tidak jauh dari kantor Kementerian Pertahanan dan Istana Merdeka yang ditempati Sukarno ketika itu. Kusni kala itu berhasil merampok sebanyak 11 butir berlian.
Hal tersebut membuatnya menjadi buronan yang dicari seantero negeri. Kusni ditangkap ketika ia mencoba menjual berlian tersebut ke pegadaian. Petugas pegadaian yang mencurigai dengan bentuk berlian itu, mereka segera melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian. Alhasil Kusni ditangkap dan dipenjara.
Pada 1969, Kusni resmi divonis hukuman mati. Selama jeda eksekusi mati tersebut, Kusni berhasil melarikan diri dari penjara ke penjara. Total, ia sudah kabur dari penjara sebanyak 8 kali. Terakhir, Kusni kabur pada 10 September 1979. Namun, dia berhasil tertangkap lagi pada 17 Oktober 1979. Kusni dieksekusi mati pada 16 Februari 1980.
Selama beberapa kali masuk penjara, membuat Kusni Kasdut sadar akan hal-hal yang ia perbuat. Bahkan, saat dibui ia pindah agama dan mengganti namanya menjadi Ignasius Waluyo. Ia yang merasa terlahir kembali setelah memeluk Katolik, pernah mengatakan bahwa peluru tentara Belanda yang ditembakkan di kakinya menjadi medali yang tidak pernah tercabut oleh kekuasaan.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Roman Kehidupan Kusni Kasdut