Proses peralihan status pegawai KPK tidak terlepas dari disahkannya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. UU KPK ini mengubah status pegawai KPK menjadi ASN dan harus melewati tes peralihan.
Hal yang menjadi kontroversi adalah Aparatur Sipil Negara memiliki budaya kerja yang berbeda dengan status pegawai KPK. Pegawai KPK tidak memiliki kebebasan berserikat dan berkumpul ketika statusnya beralih menjadi ASN.
Wadah Pegawai KPK (WP KPK) sebagai kolektif pegawai KPK memiliki peran yang sangat besar dalam menjaga KPK dari gangguan pihak luar yang ingin menguasai dan menghancurkan KPK. Kekosongan orang-orang kritis di KPK tentunya akan menimbulkan kerugian besar bagi KPK untuk menjalankan fungsi secara maksimal dan optimal.
"Tes peralihan ini dianggap menjadi salah satu proses menyaring orang-orang yang selama ini kritis terhadap kebijakan pemimpin, bahkan terhadap kebijakan negara yang tidak melindungi KPK untuk membasmi koruptor. Hal ini terlihat dari pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi dan menggiring opini peserta," ucap Prilly.
Gerak Perempuan dan KOMPAKS menilai bahwa proses tes peralihan tidak dilakukan secara profesional dan etis, terutama pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi, seksisme, dan diskriminatif. Proses profesional dan terhormat ini tercoreng dengan adanya orang-orang yang melakukan kekerasan terhadap perempuan pegawai KPK yang menjadi peserta tes.
Untuk itu, Gerak Perempuan dan KOMPAKS menuntut para pimpinan KPK untuk membatalkan evaluasi yang dilakukan berdasarkan hasil tes ngawur semacam ini
"Lalu, Dewan Pengawas KPK memberikan sanksi berat kepada Ketua KPK dan Pimpinan KPK yang membentuk peraturan Komisi KPK dan melakukan tes ini serta pihak-pihak yang menjalankan tes ini," kata Prilly.
Selanjunya, menuntut kepada semua pihak menjamin keamanan dan perlindungan identitas dari para peserta tes yang diharuskan menjawab pertanyaan-pertanyaan tidak etis, seksisme, rasis dan diskriminatif.
Terakhir, meminta Presiden Jokowi untuk membatalkan proses dan menganulir tes peralihan ASN tersebut yang terbukti melakukan pelecehan terhadap Pegawai KPK dan melampaui wewenang. Serta, menindak pimpinan yang melakukan pelecehan terhadap pegawai KPK peserta tes melalui TWK.
"Kepada Pemerintah dan DPR untuk mencabut UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) karena pengesahan UU tersebut justru semakin menghancurkan pemberantasan korupsi di Indonesia dan segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual," ujar Prilly.
Baca juga: Pegawai KPK Ikut TWK Ditanya Persoalan Pribadi, Soal Menikah Sampai Pacaran
ANDITA RAHMA