TEMPO.CO, Jakarta - Gerak Perempuan dan KOMPAKS (Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual) mengecam keras pelaksanaan tes alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Mereka menilai beberapa tes dan pertanyaan tidak etis karena bernuansa seksis, mengandung bias agama, bias rasisme, dan diskriminatif.
Gerak Perempuan mencatat dari berbagai sumber berita terdapat beberapa pertanyaan yang tidak relevan. Mulai dari pertanyaan soal status perkawinan, hasrat seksual, kesediaan menjadi istri kedua, hingga apa saja yang dilakukan pegawai ketika menjalin hubungan.
Salah satu perwakilan Gerak Perempuan, Prilly, menyatakan pertanyaan tersebut tidak berkaitan dengan tugas, peran, dan tanggung jawab seorang pegawai KPK dan tidak layak ditanyakan dalam sesi wawancara.
"Pertanyaan seperti ini adalah pertanyaan yang bernuansa seksis karena didasari oleh anggapan yang menempatkan perempuan sebatas pada fungsi dan peran organ reproduksinya dan sangat menghakimi privasi dari pegawai KPK tersebut, " ujar Prilly melalui keterangan tertulis pada Jumat, 7 Mei 2021.
Gerak Perempuan menilai pertanyaan dan pernyataan yang seksisme ini juga menunjukkan buruknya perspektif gender dari aparatur negara. Selain itu, tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK juga ditanyakan ihwal ajaran agama atau hidup beragama.
Menurut Prilly, agama merupakan hak setiap warga negara dan privasi seseorang yang seharusnya tidak menjadi pertanyaan dalam seleksi pekerjaan. Ia menilai seleksi pekerjaan seharusnya bersifat profesional dan sebisa mungkin terbebas dari berbagai bias pribadi si pewawancara, salah satunya bias agama.
"Pertanyaan seperti "Islamnya Islam apa?" dan "Gimana kalau anaknya nikah beda agama?" tidak ada kaitannya dengan tujuan tes maupun pada kinerja dan tanggung jawab kerja," kata Prilly.