TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch menilai putusan Peninjauan Kembali yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung terhadap Fahmi Darmawansyah tak masuk akal. Dalam putusan PK tersebut hukuman terpidana kasus korupsi itu dikurangi dari 3 tahun 6 bulan menjadi 1 tahun 6 bulan penjara;
"Putusan ini sangat tidak masuk akal, selain karena pengurangan hukuman, juga menyangkut argumentasi yang dijadikan dasar permohonan PK itu diterima oleh Mahkamah Agung," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Jumat, 11 Desember 2020.
Kurnia mengatakan salah satu alasan mengapa putusan itu dianggap tak masuk akal adalah soal pemberian mobil Mitsubishi Triton yang dimintakan Wahid Husen bukan dikehendaki atas niat jahat, melainkan karena sifat kedermawanannya.
"Titik fatal pertimbangan putusan ada pada poin ini, bagaimana mungkin pemberian barang terhadap Kepala Lembaga Pemasyarakatan yang dilakukan oleh warga binaan dianggap sebagai sifat kedermawanan?" kata dia.
Menurut dia, perbuatan tersebut secara terang-terangan merupakan tindak pidana suap atau setidaknya gratifikasi.
Untuk itu, ICW mendesak agar Mahkamah Agung dapat menjelaskan logika di balik putusan PK ini. Jika tidak, kata dia, maka putusan ini amat mencoreng rasa keadilan di tengah masyarakat dan semakin menurunkan derajat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan itu sendiri.