TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch menilai ada dua efek buruk yang akan terjadi karena Komisi Pemberantasan Korupsi tak kunjung menangkap Harun Masiku. Menurut peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, hal itu akan menghambat pengembangan kasus.
"Bagaimana mungkin dalam konteks penyuapan hanya penerimanya saja yang diproses, sedangkan pihak pemberi tak kunjung ditemukan," kata Kurnia ketika dihubungi, Selasa, 28 Januari 2020.
Efek kedua, kata Kurnia, kepercayaan publik terhadap KPK akan menurun. "Kedua, kepercayaan publik akan semakin menurun kepada KPK," ujarnya.
KPK menetapkan Harun menjadi tersangka penyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Bersama kader PDIP lainnya Saeful Bahri, Harun disangka memberikan janji suap Rp 900 juta kepada Wahyu. Suap diduga diberikan untuk memuluskan jalan Harun menjadi anggota DPR lewat jalur penggantian antarwaktu.
Kasus suap ini terbongkar lewat operasi tangkap tangan KPK yang digelar pada 8 Januari 2020. Dalam operasi itu, Harun lolos dan belum tertangkap sampai sekarang.
Keberadaan Harun saat operasi ini digelar juga simpang siur. Direktorat Jenderal Imigrasi menyatakan Harun pergi ke Singapura sejak 6 Januari dan belum kembali. Sedangkan, penelusuran Tempo menemukan bahwa Harun sudah kembali pada 7 Januari 2020. Harun sempat terdeteksi berada di rumahnya di Gowa, Sulawesi Selatan.
Belakangan imigrasi meralat informasi keberadaan Harun. Imigrasi menyatakan Harun Masiku sudah berada di Indonesia pada 7 Januari. Ada keterlambatan proses informasi kata Imigrasi. Polemik ini berujung pada pencopotan Dirjen Imigrasi Ronny Sompie.