TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Pipin Sopian mengatakan kekhawatiran publik bahwa revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) melemahkan lembaga antikorupsi itu terbukti pada 100 hari Pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi - Ma’ruf Amin.
“Saat ini, KPK tidak berdaya berhadapan dengan kekuatan politik penguasa. KPK tidak berani menggeledah dalam kasus Komisioner KPU karena belum dapat izin Dewan Pengawas KPK yang ditunjuk langsung Presiden,” kata Pipin melalui keterangan tertulis, Selasa 28 Januari 2020.
Selain itu Ketua Departemen Politik DPP PKS ini menilai Jokowi membiarkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly terlibat dalam penyusunan tim hukum PDIP. Padahal tim ini berhadapan dengan KPK dalam kasus suap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan yang juga menyeret Caleg PDIP Harun Masiku.
“Pembiaran ini dan ketidakberanian Presiden Jokowi mengeluarkan Perpu menunjukkan masa depan pemberantasan semakin suram,” tuturnya.
Menurut Pipin, di awal periode kedua Pemerintahan Jokowi agenda pemberantasan korupsi mengalami kemunduran dibandingkan pemerintahan di era reformasi sebelumnya. KPK, kata dia, dilemahkan secara perlahan melalui revisi Undang-Undang KPK dan pemilihan pimpinan KPK yang memiliki catatan buruk sebelumnya.
Salah satu hal yang melemahkan, menurut Pipin, adalah adanya kewajiban penyidik untuk meminta ijin dalam penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan membuat pemberantasan korupsi semakin birokratis. Ia menyebut seharusnya proses perizinan ini tidak diberlakukan karena KPK sekarang sudah berwenang mengeluarkan Surat Perinta Penghentian Penyidikan atau SP3.