TEMPO.CO, Jakarta - Bendera tauhid raksasa berkelir putih dan tulisan hitam dikibarkan di tengah massa Reuni 212 di Monas, Jakarta, Senin, 2 Desember 2019. Diampu belasan orang, bendera itu dikibarkan di tiang dengan tinggi 10 meter tanpa pasak. Sembilan kuda Sandel dari Sumbawa mengelilingi bendera itu.
Salah satu penyelenggara acara, Tachta Rizqi mengatakan aksi mengibarkan bendera dan pacuan kuda ini dilakukan untuk menepis pandangan negatif tentang bendera tauhid. Menurut dia, selama ini bendera tauhid sering dikaitkan dengan gerakan radikal. Padahal, bendera itu adalah ciri khas umat Islam. "Kegiatan ini untuk menepis anggapan bahwa bendera tauhid adalah bendera organisasi masyarakat atau Hizbut Tahrir Indonesia," kata pria 35 tahun ini ditemui di area Monas.
Baca juga:
Menurut Rizki, para peserta dan penunggang kuda terdiri dari beragam latar belakang, seperti komunitas berkuda, anak sekolah dan pegawai swasta. Mereka berasal dari Depok, Sukabumi, dan Bogor. Para penunggang, kata dia, membawa kuda-kuda itu dari daerah masing-masing. Butuh waktu seharian untuk sampai ke Jakarta. "Kudanya ditunggangi sekitar 24 jam dengan istirahat."
Di area Monas, tiang bendera dalam aksi ini tidak dipasak, melainkan ditegakan dengan cara mengikatkan tiang itu ke belasan orang dengan tali di sekelilingnya. Sedangkan para penunggang kuda berpacu mengelilingi tiang itu sambil sesekali meneriakan takbir.
Rizki mengatakan para peserta aksi mempersiapkan kegiatan ini selama tiga pekan sebelum reuni 212. Rizki menginisiasi aksi ini di media sosial, lalu banyak orang ingin bergabung. "Alhamdulillah banyak yang daftar, ya udah kami bikin grup Whatsapp, akhirnya bisa kumpul begini," kata dia.
Rizki berharap melalui aksi ini, tidak ada lagi pihak yang mempersepsikan bendera tauhid dengan pemahaman radikal. "Ada hadis yang menyebutkan bahwa bendera tauhid itu bendera umat Islam," ujar pengurus sebuah sekolah berkuda di Bogor ini.