TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan siap menerima Partai Gerindra menjadi bagian dari Koalisi Jokowi. Namun, Arsul berpesan agar jika Gerindra bergabung tidak bersikap seperti oposisi. "PPP hanya menggarisbawahi, kalau masuk pemerintahan jangan berperilaku sebagai oposisi. Itu aja," ujar Arsul di Kompleks DPR RI, Jakarta pada Kamis, 17 Oktober 2019.
Arsul meminta agar Gerindra bertingkah seolah-olah bukan bagian dari koalisi. "Jangan kursinya mau, yang enggak enak enggak mau."
Belakangan, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto melakukan safari politik ke partai koalisi Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Sowan-sowan menjelang pelantikan presiden-wakil presiden serta kabinet ini dianggap sebagai upaya Gerindra meluluhkan koalisi Jokowi agar bisa masuk ke pemerintahan.
Berbeda dengan PPP, beberapa partai koalisi pengusung Jokowi yang dikunjungi Prabowo mengisyaratkan tak setuju Partai Gerindra bergabung dan mendapat jatah di kabinet. Salah satunya adalah Golkar.
Seusai Prabowo menyambangi kantor DPP Golkar, dua hari lalu, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto mengatakan kerjasama yang mungkin antara Golkar dan Gerindra ialah di parlemen. Dia menolak bicara soal kabinet dengan alasan hal itu merupakan urusan Presiden Jokowi.
"Tadi disampaikan Pak Prabowo bahwa kami punya banyak kesamaan, dan tentu dalam konteks-konteks yang kami bicarakan adalah konteks parlemen," kata Airlangga di kantor DPP Golkar, Jalan Anggrek Neli Murni, Slipi Jakarta Barat, Selasa, 15 Oktober 2019.
Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily secara terpisah menilai idealnya Partai Gerindra sebagai pihak yang kalah dalam pemilu presiden tetap menjadi oposisi ketimbang merapat ke koalisi pemerintah. “Dalam konteks demokrasi tentu pihak yang kalah semestinya menjadi kelompok oposisi. Idealnya seperti itu,” ujar Ace dijumpai di Cikini, Jakarta, Selasa, 15 Oktober 2019.
DEWI NURITA | BUDIARTI UTAMI PUTRI