TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Setara Institute Hendardi, mengatakan hanya ada dua kemungkinan sosok dalang kerusuhan 22 Mei, di kawasan Jakarta Pusat. Dua kemungkinan itu adalah pensiunan tentara atau jaringan kelompok radikal.
Baca juga: Mantan Kepala Bais Sebut Indikasi-indikasi Kerusuhan 22 Mei
"Pada dasarnya simpatisan dan pendukung yang menunggangi paslon 02, untuk kepentingan politik mereka masing-masing," ujar Hendardi, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 31 Mei 2019.
Ia menilai, sejumlah rangkaian peristiwa yang terjadi pasca Pemilu hingga sekarang adalah ditujukan untuk memaksakan kemenangan Prabowo - Sandi. Ada dua saluran utama yang mereka gunakan.
Hendardi mengatakan yang pertama, adalah pseudo-yuridis, yakni dengan memaksakan kehendak kepada Bawaslu untuk mendiskualifikasi Jokowi - Ma'ruf. "Itulah mengapa tekanan yang mereka berikan sebagian besar melalui Bawaslu," kata dia.
Saluran kedua adalah politik jalanan dan inkonstitusional. Dengan memaksakan tindakan rusuh, Hendardi mengatakan mereka berharap akan melahirkan efek domino politik seperti di Suriah.
"Ada martir yang dikorbankan, harapannya memicu instabilitas politik skala besar, dan diharapkan presiden tidak bisa mengendalikan situasi," kata Hendardi.
Baca juga: Ruhut: Prabowo dan Luhut Sempat Singgung Aksi 22 Mei via Telepon
Adapun preman-preman bayaran itu, ia nilai hanya sebatas pion saja. Mereka hanya dipakai untuk kepentingan para dalang utama.
Saat ini, Hendardi menilai banyak pihak sudah membedah serta menyesalkan terjadinya kerusuhan 22 Mei itu. Karena itu, rencana yang disusun pun dinilai telah gagal total, tidak rapi, dan terlalu telanjang. "Kedaulatan rakyat hanya dijadikan mainan label mereka saja," kata dia.