TEMPO Interaktif, Jakarta:Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Herman Prayitno mengakui kekuatan TNI Angkatan Udara belum mampu maksimal memantau wilayah Indonesia khususnya di Wilayah Indonesia Timur. Hal itu disebabkan minimnya radar perbatasan udara yang dimiliki TNI Angkatan udara."Untuk wilayah Indonesia Timur belum tercakup seluruhnya sesuai dengan rencana strategi," ujar Herman dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Pertahanan DPR.Menurut Herman, dengan alasan belum optimalnya pengamatan wilayah tersebut maka TNI Angkatan Udara berencana menambah tiga unit radar pertahanan udara. Radar ini akan ditempatkan di Merauke, Timika dan Pulau Saumlaki di Maluku Tenggara. Tiga radriitu nantinya akan menambah kekuatan saat ini, yang baru mencapai 17 unit radar, dengan kesiapan rata-rata 15 unit.Belum optimalnya pengamatan ini memungkinkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran atau ancaman wilayah udara di daerah tersebut. TNI Angkatan Udara memperkirakan tiga macam ancaman wilayah udara pada tahun ini, yakni pelanggaran wilayah pesawat muliter di sepanjang jalur alur laut kepulauan Indonesia, Selatan Malaka dan perbatasan wilayah udara yurisdiksi, serta penerbangan gelap oleh pesawat asing dan aktivitas penerbangan oleh pesawat asing dalam rangka mata-mata dan pemetaan di atas wilayah konflik.Sedangkan untuk wilayah Indonesia Barat, menurut juru bicara TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama Daryatmo, relatif cukup terjaga meski juga tidak optimal. Hal itu terjadi karena radar tidak sepenuhnya dioperasikan. "Tidak operasi 24 jam penuh. Itu juga terkait biaya operasional," ujar Daryatmo.Untuk mengantisipasi ancaman yang ada, TNI Angkatan Udara berusaha menggelar kekuatan udara di daerah perbatasan dan rawan konflik. Antara lain dengan operasi berasama dengan Malaysia dan Singapura (operasi Eyes in the sky), operasi pertahanan udara, operasi pengamatan dan pengintaian seluruh wilayah yurisdiksi nasional Indonesia hingga Zona Ekonomi Eksklusif. Dian Yuliastuti