TEMPO.CO, Palembang - Aktivis hak asasi manusia Sumatera Selatan, Anwar Sadat, meminta pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur segera menyelesaikan konflik lahan antara warga Desa Mulya Jaya dan anak perusahaan PT Indofood Sukses Makmur, PT Laju Perdana Indah.
Menurut Anwar, persoalan lahan itu terjadi karena penerbitan sertifikat hak guna usaha (HGU) yang serampangan kepada perusahaan oleh pemerintah daerah. “Penerbitan HGU selalu tidak melihat adanya hak rakyat di atasnya (lahan). Pola ini acap terjadi. Ini akibat mafia perizinan yang bermain dalam urusan tersebut,” ujarnya, Kamis, 3 Agustus 2017.
Karena itu, ia meminta Pemerintah Kabupaten OKU Timur bertanggung jawab sekaligus memberikan jaminan supaya masyarakat tidak kehilangan hak atas tanah. “Ini tentang keadilan agraria di mana rakyat menempatkan tanah sebagai sumber kehidupan mereka,” ucapnya. Karena itu, ia meminta Pemerintah Kabupaten OKU Timur segera membentuk tim ad hock yang melibatkan lembaga swadaya masyarakat pendamping dan perwakilan masyarakat.
Rabu lalu, puluhan warga Desa Mulya Jaya menemui PT Laju untuk meminta perusahaan menghentikan penggusuran terhadap sekitar 200 rumah dan 600 hektare ladang yang ditempati warga. Juru bicara warga, Sentosa, mengatakan warga telah menempati lahan itu sejak 1978. Hal itu dibuktikan dengan surat pancung alas. Sedangkan PT Laju baru memiliki HGU pada 2002.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia juga menemukan adanya dugaan pelanggaran HAM dalam kasus tersebut. Karena itu, pada Rabu, 26 Juli lalu, Komnas HAM berkirim surat ke Bupati OKU Timur dan Kepolisian Daerah Sumatera Selatan untuk menghentikan penggusuran rumah dan lahan di Mulya Jaya hingga ditemukan solusi terbaik bagi warga.
Bupati OKU Timur H.M. Kholid M.D. mengklaim sengketa lahan antara warga Mulya Jaya dan PT Laju sudah menemukan titik terang. Pihaknya telah melakukan rapat koordinasi dengan tim terpadu dan PT Laju untuk menyelesaikan persoalan itu. Hasil pertemuan itu menghasilkan poin-poin kesepakatan mulai pemberian uang kerahiman Rp 10 juta untuk 54 keluarga beserta jaminan kerja di PT Laju dengan mengikuti ketentuan dan aturan perusahaan. “Sebanyak 54 keluarga warga Linang Mulya Jaya itu juga mendapatkan 1 hektare pekarangan dari perusahaan,” ucapnya kepada Tempo.
Namun kesepakatan itu mendapat penolakan dari warga karena pertemuan tersebut tidak melibatkan warga. Selain itu, kompensasi yang diberikan perusahaan juga dianggap terlalu kecil.
Land Survey dan Land Acquisition Manager PT Laju Teguh Hindarwan berkukuh perusahaannya lebih berhak atas lahan tersebut. Dasarnya adalah Sertifikat HGU Nomor 3 Tahun 2002 atas nama PT Laju seluas 21.502 hektare. Menurut dia, PT Laju sudah beberapa kali meminta warga secara suka rela meninggalkan lahan tersebut. “Pada tahap awal, kami membuat kanal. Supaya lancar, kami selalu bermediasi dengan warga dan akan memberi uang kerahiman,” katanya.