Ketua DPR Setya Novanto (tengah) memenuhi panggilan KPK untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, 14 Juli 2017. Peran Setya Novanto dalam proyek yang diduga merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu pun diperkuat jaksa penuntut umum KPK dalam surat tuntutan Irman dan Sugiharto. ANTARA/Hafidz Mubarak A
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto mengaku belum dengar soal dua hal yang tengah berkembang, yaitu penolakan Perpu Ormas dan penolakan PAN di dalam koalisi pemerintah. Soal Perpu Ormas, misalnya, ia hanya mengatakan bahwa penolakan itu akan ditelaah.
"Tadi sih sudah saya bahas bersama Presiden Joko Widodo bahwa ormas jangan sampai bertentangan dengan Pancasila," ujar Setya Novanto di kampus Akademi Bela Negara milik Partai NasDem, Ahad, 16 Juli 2017.
Sebagaimana telah diberitakan, penerbitan Perpu Ormas mendapatkan reaksi keras sejak diterbitkan. Beberapa menganggap aturan itu berlebihan, murahan, dan bahkan menganggap aturan itu belum diperlukan. Salah satu yang menentang adalah Fraksi Gerindra di Dewan Perwakilan Rakyat.
Salah satu poin yang dikhawatirkan dari Perpu itu adalah penghapusan belasan pasal terkait dengan tahapan pemberian sanksi bagi ormas terlarang. Apabila sebelumnya ada belasan tahapan sebelum ormas bisa dibubarkan, Perpu tersebut membuat sebuah ormas bisa dikenai sanksi pidana secara segera, tanpa peringatan, apabila dianggap berbahaya seperti melakukan kekerasan dan mengajarkan nilai nilai anti Pancasila.
Setya berkata, Perpu Ormas itu akan segera ditelaah oleh berbagai fraksi yang mampu. Dan, ia berharap tidak ada masalah ke depannya.
Selain soal Perpu Ormas, soal penolakan keberadaan PAN di koalisi pemerintah, Setya merasa selama ini partai-partai koalisi pemerintah saling menghormati satu sama lain. Kalau benar ada penolakan, kata ia, hal itu belum didengarnya.
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
2 hari lalu
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.