Orang tua dan calon peserta didik melakukan verifikasi data saat pendaftaran PPDB yang akan di daftarkan secara online di SMAN 14, Bandung, 7 Juli 2017. Sehari jelang penutupan pendaftaran para calon peserta didik mendaftar secara serentak untuk memastikan skor akhir nilai mereka. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerima 240 laporan ihwal penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ini. Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Daryanto mengatakan 48 persen dari laporan itu merupakan keluhan masyarakat.
"Sebanyak 48 persen pengaduan adanya penyimpangan," kata dia soal laporan terkait dengan PPDB di kantornya, Jakarta, Selasa, 11 Juli 2017.
Menurut dia, kebanyakan pengaduan terkait dengan penerapan zonasi sekolah. Wilayah yang paling banyak melaporkan adanya dugaan penyimpangan adalah Jawa Barat dan Banten.
Daryanto menjelaskan, persoalan zonasi yang muncul salah satunya karena calon peserta didik berada di daerah perbatasan. Selain itu, masalah bobot penilaian atau kriteria yang tidak bisa dipenuhi calon siswa. "Ada orang tua yang protes karena nilai pelajarannya kalah dibandingkan dengan bobot zonasi," ucapnya.
Melihat persoalan itu, kata Daryanto, ke depan, Kementerian akan mengevaluasi bobot penilaian zonasi. Menurut dia, sekolah juga perlu memberi bobot yang imbang antara nilai dan syarat zonasi.
Tahun ini, Kementerian menerapkan sistem zonasi dalam PPDB. Calon siswa yang berada dalam radius sekolah terdekat wajib mendaftar di sekolah itu. Kementerian mengaturnya dalam Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Hamid Muhammad menambahkan, akan mengevaluasi penerapan zonasi sekolah dalam PPDB. Dalam waktu dekat, Kementerian akan mengumpulkan kepala dinas. Tujuannya, untuk mengevaluasi kebijakan zonasi. "Kalau ada yang tidak jalan, apakah perlu direvisi atau tidak," ujarnya.