Gerakan Indonesia Waras, Seniman Akan Berdiri di Depan KPK
Editor
Rina Widisatuti
Senin, 12 Juni 2017 10:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai kelompok masyarakat sipil tak henti menyuarakan dukungan untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadapi hak angket yang digulirkan Dewan Perwakilan Rakyat. Kalangan seniman dan budayawan ikut menyebarkan maklumat penolakan hak angket KPK itu.
Aktor sekaligus sutradara, Raden Mas Haryo Heroe Syswanto, mengatakan puluhan budayawan, yang juga pegiat antikorupsi, mendukung petisi online yang disebut “Maklumat Budaya Tolak Angket KPK”. “Kami menolak upaya pelemahan KPK oleh Dewan,” kata pria yang biasa disapa Sys itu kepada Tempo, Ahad, 11 Juni 2017.
Baca: IBC: Pembentukan Hak Angket KPK Sudah Cacat Sejak Awal
Maklumat itu disebarkan ke berbagai grup percakapan online. Bunyinya, “Kami rakyat Indonesia, yang tidak mewakilkan diri, dengan ini menyatakan menolak hak angket DPR atas KPK. Kami memilih tetap waras!”
Pada Kamis nanti, 15 Juni 2017, kalangan seniman dan budayawan berencana menggelar aksi dengan berdiri di depan gedung KPK untuk memberi dukungan moral. Ajakan datang ke KPK ini telah diumumkan melalui media sosial dengan tagar #indonesiawaras. Tertulis: "Ayo berdiri di depan KPK untuk melawan hak angket DPR."
Selain dari Sys, dukungan terhadap KPK dikemukakan budayawan Arswendo Atmowiloto, Dito Sugito, Butet Kartaredjasa, Renny Djajoesman, Tony Tamasoa, dan Agus Langgeng. Ada pula pesohor Endy Harsanto, Sambas, Toha Mantik, Felix Tahilatu, Duma Tandu, Herutomo, dan tokoh-tokoh lain.
Lembaga sipil Indonesia Corruption Watch kembali menggelar pernyataan sikap atas sejumlah serangan DPR kepada lembaga pemberantas korupsi, kemarin, 11 Juni. Peneliti ICW, Almas Sjafrina, mengatakan serangan itu patut dicurigai sebagai upaya intervensi kasus megakorupsi kartu tanda penduduk elektronik yang tengah diusut KPK.
“Ada konflik kepentingan yang sangat kuat antara hak angket dan kerja KPK,” kata Almas. Sejumlah anggota DPR dan pengurus partai politik diduga menerima aliran rasuah proyek yang merugikan negara lebih dari Rp 2,3 triliun itu.
Baca: PUSaKO: KPK Sebaiknya Tidak Mengakui Keberadaan Pansus Hak Angket
Selain persoalan hak angket, KPK menghadapi persoalan lain, yaitu teror terhadap penyidik seperti yang dialami Novel Baswedan. Penyidikan kasus penyerangan terhadap Novel saat ini juga jalan di tempat. Dua hal itu, menurut Almas, menunjukkan lemahnya dukungan pemerintah terhadap lembaga antirasuah yang beralamat di Kuningan, Jakarta Selatan, itu.
“Jadi wajar bila masyarakat sipil yang harus menyuarakan dukungannya kepada KPK,” kata Almas.
MAYA AYU | INDRI MAULIDAR