Mantan Ketua MPR, Amien Rais, memberikan keterangan kepada awak media, di rumah kediamannya, Jakarta, 2 Mei 2017. Amien Rais akan memberikan klarifikasi kepada KPK mengenai dugaan menerima aliran dana sebesar Rp 600 juta dari Yayasan Soetrisno Bachir dalam proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) yang disebut dalam tuntutan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari Universitas Trisakti, Yenti Ganarsih, mengatakan KPK tidak bisa membiarkan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional Amien Rais begitu saja lantaran sudah telanjur menyebut namanya dalam persidangan.
Menurut dia, KPK harus segera mengambil langkah hukum terhadap mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat itu. “Penyidik perlu memanggil Amien Rais dan memeriksanya,” katanya kepada Tempo, Rabu, 7 Juni 2017.
Nama Amien disebut jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sidang tuntutan dengan terdakwa mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari.
Yenti juga menyayangkan sikap KPK, yang langsung menyebut Amien menerima dana uang korupsi, padahal yang bersangkutan tidak menerima langkah-langkah hukum sebelumnya. Hal ini berpotensi menyulitkan penelusuran dan memberi peluang uang negara tidak dapat kembali.
Mantan Ketua Umum PAN, Sutrisno Bachir, menyatakan aliran dana yang masuk ke Amien Rais tidak ada kaitannya dengan dugaan kasus korupsi alat kesehatan. Uang itu berasal dari Yayasan SBF, yang bersumber dari zakat, infak, dan sedekah dirinya untuk kegiatan sosial. Menurut dia, bantuan untuk Amien telah dilakukan sejak 1985.
Adapun Amien menilai bantuan pendanaan dari Yayasan Sutrisno Bachir adalah wajar. Amien mengenal Sutrisno sebagai pengusaha sukses yang selalu memberi bantuan, bahkan sebelum PAN lahir pada 1998. Ia menyatakan siap menghadapi perkara ini dengan jujur dan apa adanya.
Dalam perkara korupsi alat kesehatan, Amien Rais diduga menerima uang Rp 600 juta, yang ditransfer secara bertahap sebanyak enam kali selama Januari-November 2007. Uang tersebut merupakan bagian dari keuntungan PT Mitra Medidua, perusahaan rekanan pemerintah, dalam proyek alat kesehatan guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) 2005 di Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan.