Korupsi BLBI, Rizal Ramli Sebut Banyak Obligor Berutang Dapat SKL  

Reporter

Editor

Dwi Arjanto

Selasa, 2 Mei 2017 19:30 WIB

Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli setibanya di gedung KPK untuk diperiksa oleh penyidik terkait kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Jakarta, 2 Mei 2017. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Rizal Ramli, menyebutkan ada lebih dari satu obligor yang diberi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). SKL tersebut diberikan meski para obligor belum melunasi utang.

"Ini memang ada keanehan, kok, bisa ada obligor, dan enggak hanya satu. Ada beberapa obligor yang belum melunasi, kok, diberi keterangan lunas. Inilah yang sedang diselidiki," katanya setelah diperiksa KPK terkait dengan korupsi BLBI, Selasa, 2 Mei 2017.

Baca: Kasus Korupsi BLBI, Rizal Ramli: Ada Kemungkinan Salah Kebijakan

Menurut Rizal, SKL BLBI itu dikeluarkan pada 2004, setelah ia tak lagi menjabat menteri. Sebelum itu, Bank Indonesia telah menyalurkan BLBI Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.

Rizal mengatakan banyak obligor yang masih punya utang kini malah hidup lebih sejahtera. Karena itu, ia meminta para obligor yang memiliki utang segera memenuhi kewajiban.

"Banyak dari mereka yang justru setelah krisis 19 tahun makin hebat, makin makmur. Penuhi dong kewajiban kepada pemerintah Indonesia," ucapnya.

Selain itu, mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman itu meminta pemerintah negara tetangga membantu pelunasan utang-utang BLBI. "Kami juga minta pemerintah negara tetangga, terutama Singapura, membantu proses agar obligor memenuhi kewajibannya," katanya.

Simak: Kasus BLBI, Syafruddin Tumenggung Dituding Paksakan Status Lunas

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan, saat ini, lembaganya masih berfokus pada penanganan satu obligor, Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Ia diduga memiliki kewajiban kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Rp 3,7 triliun.

Dugaan itu terungkap saat KPK menetapkan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional 2002 Syafruddin Tumenggung sebagai tersangka. Ia diduga menerbitkan SKL ke BDNI. Padahal hasil restrukturisasi menyebut baru Rp 1,1 triliun yang ditagihkan kepada Sjamsul. Sehingga ada kewajiban obligor Rp 3,7 triliun yang belum ditagihkan.

Baca juga: Ini yang Bikin Aher Ditegur Jokowi saat Rapat Terbatas di Istana

"Untuk penanganan di penyidikan masih satu obligor. Butuh banyak sumber daya untuk menelisik semua. Saat ini, kami berfokus di sini dulu," kata Febri di kantornya.

Febri mengatakan lembaga antirasuah saat ini akan membuktikan lebih dulu sejauh mana tersangka dan pihak lain mengetahui ada utang sebelum SKL diterbitkan. Selanjutnya, KPK akan mendalami apakah SKL itu patut diterbitkan atau tidak.

"Kalau kita bicara soal penerbitan SKL, apa SKL ini patut diterbitkan atau tidak, ini tidak bisa dipisahkan. Sebab, kalau dipisahkan, bisa jadi SKL-nya tidak masalah," ujarnya.

MAYA AYU PUSPITASARI

Berita terkait

Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri

2 jam lalu

Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak membantah ada tekanan dari Mabes Polri sehingga belum menerbitkan sprindik baru untuk Eddy Hiariej.

Baca Selengkapnya

KPK Sempurnakan Administrasi Sebelum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej

3 jam lalu

KPK Sempurnakan Administrasi Sebelum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej

KPK akan menyempurnakan proses administrasi sebelum menerbitkan sprindik baru untuk eks Wamenkumham Eddy Hiariej.

Baca Selengkapnya

KPK: Potensi Korupsi di Sektor Pengadaaan Barang Jasa dan Pelayanan Publik di Daerah Masih Tinggi

3 jam lalu

KPK: Potensi Korupsi di Sektor Pengadaaan Barang Jasa dan Pelayanan Publik di Daerah Masih Tinggi

Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK memprioritaskan lima program unggulan untuk mencegah korupsi di daerah.

Baca Selengkapnya

Penggeledahan di Sekretariat Jenderal DPR RI, KPK: Kumpulkan Alat Bukti

8 jam lalu

Penggeledahan di Sekretariat Jenderal DPR RI, KPK: Kumpulkan Alat Bukti

Sebelum penggeledahan ini, KPK mencegah Sekjen DPR RI Indra Iskandar dan enam orang lainnya bepergian ke luar negeri.

Baca Selengkapnya

Beredar SPDP Korupsi di Boyolali Jawa Tengah, Ini Klarifikasi KPK

8 jam lalu

Beredar SPDP Korupsi di Boyolali Jawa Tengah, Ini Klarifikasi KPK

Surat berlogo dan bersetempel KPK tentang penyidikan korupsi di Boyolali ini diketahui beredar sejumlah media online sejak awal 2024.

Baca Selengkapnya

KPK Bawa Koper Hitam dan Merah dalam Penggeledahan di Kantor Setjen DPR

9 jam lalu

KPK Bawa Koper Hitam dan Merah dalam Penggeledahan di Kantor Setjen DPR

Penyidik KPK yang tak mau menyebutkan namanya mengatakan penggeledahan di kompleks DPR hari ini dilaksanakan dua satgas

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Kantor Setjen DPR, Polisi Berjaga-jaga di Beranda

11 jam lalu

KPK Geledah Kantor Setjen DPR, Polisi Berjaga-jaga di Beranda

Terlihat belasan polisi bersenjata berjaga di beranda Kantor Setjen DPR yang sedang digeledah tim penyidik KPK.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Kantor Setjen DPR

12 jam lalu

KPK Geledah Kantor Setjen DPR

Sebelumnya, KPK sedang menyidik dugaan korupsi rumah dinas DPR.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Bantah Konflik Nurul Ghufron dengan Albertina Ho Sebagai Upaya Pelemahan KPK

16 jam lalu

Alexander Marwata Bantah Konflik Nurul Ghufron dengan Albertina Ho Sebagai Upaya Pelemahan KPK

Alexander Marwata membantah konflik yang sedang terjadi antara Nurul Ghufron dan anggota Dewas KPK Albertina Ho tidak ada kaitan dengan pelemahan KPK.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Didesak Mundur, Alexander Marwata: Jangan Berasumsi atau Berandai Andai

19 jam lalu

Nurul Ghufron Didesak Mundur, Alexander Marwata: Jangan Berasumsi atau Berandai Andai

"Apa alasannya (Nurul Ghufron) mundur? Mari menghormati proses yang sekarang berjalan," kata Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya