Penanganan HAM Dievaluasi PBB, Pemerintah Diminta Terbuka

Reporter

Editor

Pruwanto

Kamis, 27 April 2017 23:00 WIB

Wakil Tetap Republik Indonesia untuk PBB Jenewa, Duta Besar Hasan Kleib bersama dengan Presiden Dewan HAM PBB, Joaquin Alexander Maza Martelli, di Markas PBB, Jenewa, 26 April 2017 (Foto: PTRI Jenewa)

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi untuk Hapus Hukuman Mati (Koalisi HATI) yang terdiri dari sejumlah lembaga masyarakat sipil di Indonesia meminta pemerintah bersikap terbuka dalam sidang Universal Periodic Review (UPR) yang dilakukan Dewan HAM Perserikatan Bangsa-bangsa. Mekanisme evaluasi secara periodik mengenai promosi dan proteksi hak asasi manusia itu akan diadakan di Jenewa, Swiss, pada 3-5 Mei nanti.

"Kami minta pemerintah transparan dan akuntabel dalam setiap putusan yang diambil dalam UPR 2017," ujar Peneliti Imparsial, Ardi Manto, yang menjadi bagian dari koalisi, saat jumpa pers di Hotel Ibis Tamarin, Gondangdia, Jakarta, Kamis, 27 April 2017.

Indonesia menjalani evaluasi berkala itu pada 2008 dan 2012. Tahun ini merupakan evaluasi ketiga atas penegakan HAM di Indonesia. Penerapan hukuman mati, menurut Ardi, menjadi isu yang paling banyak menuai kritik oleh pemerintah Indonesia.

Koalisi HATI, dalam hal ini mencatat sejumlah masalah umum terkait isu tersebut. "Pidana mati di Indonesia masih diberlakukan di tengah sistem peradilan pidana yang tidak adil," ujar Ardi.

Koalisi menganggap pemerintah Indonesia membatasi kesempatan para narapidana vonis mati yang mengajukan peninjauan kembali. Sanksi pidana mati, kata dia, masih diberlakukan terhadap kelompok rentan, seperti pada penderita gangguan kejiwaan dan anak di bawah umur.

Sejumlah instrumen internasional dan Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak melarang penjatuhan hukuman mati pada anak di bawah usia 18 tahun. "Nyatanya Pengadilan Negeri Gunungsitoli tetap menjatuhkan pidana mati pada Yusman Telaunbanua, padahal saat itu usianya 16 tahun," Ardi mencontohkan.

Koalisi HATI mengkritik ketentuan pidana mati dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana tahun 2015 yang tengah dibahas oleh Komisi Hukum DPR. Rancangan itu disebut bertentangan dengan ketentuan HAM internasional.

"Penundaan eksekusi mati hingga 10 tahun merupakan bentuk penyiksaan. Selain itu, penggolongan jenis-jenis kejahatan yang dapat dijatuhi pidana mati bertentangan dengan standar norma HAM internasional," kata dia.

Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Totok Yulianto berjanji mengawal hasil UPR 2017. Tindaklanjut dari UPR, kata dia, berujung pada pembuatan rekomendasi. "Mekanismenya, ketika dapat saran (rekomendasi) dari Dewan HAM PBB, pemerintah bisa setuju atau tak setuju," tutur dia.

Pada review kedua 2012 silam, menurut Totok, Indonesia menolak rekomendasi penghentian hukuman mati. Penolakan itu dianggap tanpa didukung oleh data dan alasan yang jelas.

"Kali ini harus ada argumentasi dan data jelas, harus transparan," kata dia. "Harus bisa dipertanggungjawabkan kenapa menerima (rekomendasi) atau kenapa menolak."

Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, Dicky Komar sebelumnya mengatakan bahwa Indonesia akan memaparkan implementasi 150 poin rekomendasi yang diterima, pada 2012.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly akan memimpin delegasi Indonesia mengenai tantangan promosi dan proteksi HAM di Indonesia, serta upaya untuk mengatasinya.

"Prinsip yang Indonesia majukan dalam pelaporan ini adalah adanya upaya pemajuan dan perlindungan HAM bersifat implementasi progresif, yang memungkinkan kemajuan kesinambungan dan penanganan tantangan," ujar Dicky di Gedung Kementerian Luar Negeri pada 21 April lalu.

YOHANES PASKALIS

Berita terkait

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

12 hari lalu

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

Maung Zarni, aktivis hak asasi manusia dan pakar genosida asal Myanmar, dinominasikan Hadiah Nobel Perdamaian 2024, oleh penerima Nobel tahun 1976

Baca Selengkapnya

Israel Diduga Menghalang-halangi Investigasi Pelanggaran HAM dalam Serangan 7 Oktober

17 hari lalu

Israel Diduga Menghalang-halangi Investigasi Pelanggaran HAM dalam Serangan 7 Oktober

Komisi penyelidikan independen terhadap pelanggaran HAM di Israel dan Palestina menuding Israel menghalangi penyelidikan terhadap serangan 7 Oktober oleh Hamas.

Baca Selengkapnya

Respons Amnesty Internasional, Imparsial, Komnas HAM soal Anggota TNI Aniaya Warga Papua

41 hari lalu

Respons Amnesty Internasional, Imparsial, Komnas HAM soal Anggota TNI Aniaya Warga Papua

Warga Papua yang diduga anggota TPNPB-OPM itu bernama Definus Kogoya. Kejadian penganiayaan dilakukan di wilayah Kabupaten Puncak.

Baca Selengkapnya

Kecam Warga Papua Dianiaya TNI, Imparsial: Bukti Pendekatan Keamanan Tak Hormati HAM

41 hari lalu

Kecam Warga Papua Dianiaya TNI, Imparsial: Bukti Pendekatan Keamanan Tak Hormati HAM

Kekerasan di Tanah Papua, selalu berulang karena pemerintah masih menggunakan pendekatan keamanan dalam menangani konflik.

Baca Selengkapnya

MK Serukan Dukungan untuk Palestina di Forum Dunia

44 hari lalu

MK Serukan Dukungan untuk Palestina di Forum Dunia

MK RI menyerukan dukungan untuk Palestina dalam forum pertemuan Biro World Conference on Constitutional Justice atau WCCJ ke-21 di Venice, Italia.

Baca Selengkapnya

Reaksi Ma'ruf Amin hingga Imparsial Soal TNI-Polri Isi Jabatan ASN

48 hari lalu

Reaksi Ma'ruf Amin hingga Imparsial Soal TNI-Polri Isi Jabatan ASN

Imparsial menilai penempatan TNI-Polri di jabatan ASN akan mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya dwifungsi ABRI.

Baca Selengkapnya

Anggota Komite HAM PBB Tanya soal Dugaan Intervensi Jokowi di Pilpres 2024: Apakah Sudah Diinvestigasi?

49 hari lalu

Anggota Komite HAM PBB Tanya soal Dugaan Intervensi Jokowi di Pilpres 2024: Apakah Sudah Diinvestigasi?

Anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan dugaan intervensi Jokowi di Pilpres 2024 dalam sidang di Jenewa, Swiss.

Baca Selengkapnya

Imparsial Kritik Rencana Pengesahan PP Manajemen ASN: Melegalisasi Dwifungsi ABRI, Mengancam Demokrasi

49 hari lalu

Imparsial Kritik Rencana Pengesahan PP Manajemen ASN: Melegalisasi Dwifungsi ABRI, Mengancam Demokrasi

Peraturan Pemerintah itu juga membahas jabatan ASN yang bisa diisi oleh prajurit TNI dan personel Polri, dan sebaliknya.

Baca Selengkapnya

KontraS Kritik Respons Pemerintah Soal Pemilu dan HAM di ICCPR Jenewa

50 hari lalu

KontraS Kritik Respons Pemerintah Soal Pemilu dan HAM di ICCPR Jenewa

KontraS menyayangkan respons delegasi Indonesia terhadap berbagai kritik dan pertanyaan dari ICCPR.

Baca Selengkapnya

International Women's Day, Perempuan Indonesia Bicara Carut-Marut Rezim Jokowi: Tuntut Penegakan Demokrasi

55 hari lalu

International Women's Day, Perempuan Indonesia Bicara Carut-Marut Rezim Jokowi: Tuntut Penegakan Demokrasi

Aliansi Perempuan Indonesia menuntut penegakan demokrasi dan supremasi hukum

Baca Selengkapnya