Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Farouk Muhammad (kiri) dan GKR Hemas (kanan) saat memimpin Sidang Paripurna Luar Biasa di Gedung Nusantara V, Jakarta, 5 Oktober 2016. Paripurna ini beragendakan penyampaian Ihtisar Hasil Pemeriksaan (IHP) semester I tahun 2016 dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) oleh BPK RI. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Dewan Perwakilan Daerah Farouk Muhammad bersikukuh mempertahankan jabatannya sebagai pimpinan DPD. Ia berkeras tak mau meninggalkan posisi tersebut meski Oesman Sapta Odang telah dipilih secara aklamasi sebagai Ketua DPD periode 2017-2019 dalam musyawarah pada Selasa dinihari.
“Saya masih tetap mempertahankan jabatan saya sebagai Wakil Ketua DPD RI,” kata Farouk melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa, 4 April 2017. Ia berkukuh lantaran adanya Keputusan DPD Nomor 02/DPD RI/I/2014-2015 untuk masa jabatan 2014-2019.
Menurut dia, masa jabatannya dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 38P/HUM/2016 dan Nomor 20P/HUM/2017. Putusan MA itu membatalkan dua Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2016 dan Nomor 1 Tahun 2017 yang mengubah masa jabatan Pimpinan DPD dari 5 tahun ke 2,5 tahun.
Farouk berpendapat peraturan ini bertentangan dengan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UUP3). “Sehingga dipandang tidak sah dan mengikat,” kata dia. Kecuali, kata dia, jika MA mengingkari putusannya dengan tetap mengambil sumpah Oesman sebagai pimpinan yang baru.
Farouk menyesalkan terjadinya proses pemilihan pimpinan DPD yang dilakukan berdasarkan aturan yang sudah dibatalkan MA. Sebab, peraturan ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. “Hal ini memprihatinkan karena menyangkut lembaga yang saya pimpin,” katanya.
Proses pemilihan Oesman berjalan panjang setelah terjadi kericuhan dalam sidang DPD. Anggota DPD terlibat keributan hingga berbuntut saling lapor ke polisi. Proses sidang kemudian bisa diredam dan dilanjutkan dengan pemilihan Ketua DPD. Pemilihan ini menuai polemik terkait adanya pembatasan masa jabatan dalam tata tertib yang juga telah dibatalkan MA.