Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Sugiharto (kiri) dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman saat jalani sidang pembacaan dakwaan atas kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 9 Maret 2017. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) Sugiharto menyangkal keterangan anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 Miryam S Haryani yang membantah pernah menerima uang darinya. Sugiharto mengatakan setidaknya ia pernah memberi uang kepada Miryam sebanyak empat kali.
"Ada empat kali pemberian dari saya kepada saksi ini," kata Sugiharto di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 30 Maret 2017.
Sugiharto menyebutkan pemberian uang itu terkait dengan korupsi pengadaan e-KTP. Pemberian pertama adalah sebesar Rp 1 miliar, kedua US$ 500 ribu, ketiga sebesar US$ 100 ribu, dan terakhir Rp 5 miliar. "Total US$ 1,2 juta," kata dia.
Miryam berkukuh tak pernah menerima uang dari Sugiharto. Padahal sebelumnya dia mengaku pernah menerima uang-uang itu. Ia bahkan mengaku pernah diminta tolong untuk mendistribusikan uang tersebut kepada para anggota Dewan. Namun, Miryam mencabut seluruh keterangannya. "Tidak benar, tidak pernah saya terima," ucap dia.
Miryam mengatakan saat memberikan keterangan kepada penyidik, ia dalam keadaan tertekan. Sebab, dia mengaku diancam oleh salah satu penyidik, yakni Novel Baswedan, dalam pemeriksaan pertamanya.
Tiga penyidik yang memeriksa Miryam, yakni Novel, Irwan Santoso, dan Ambarita Damanik, membantah tudingan adanya ancaman kepada Miryam. Menurut mereka, pemeriksaan berjalan dengan lancar dan Miryam dalam keadaan sadar.
Meski telah dikonfrontir dengan penyidik maupun terdakwa, Miryam tak gentar dengan keyakinannya. "Saya yakin dengan kesaksian saya karena telah disumpah," ujar politikus Hanura ini.