Para peserta aksi membantu petani Pegunungan Kendeng yang terpasung kakinya dengan semen untuk naik mobil usai menggelar aksi di depan Istana Merdeka, Jakarta, 14 Maret 2017. Aksi tersebut merupakan aksi kedua akan berlangsung sampai tuntutan mereka dikabulkan. TEMPO/Amston Probel
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan Azriana meminta Pemerintah Kabupaten Rembang, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan PT Semen Indonesia menunggu kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) soal polemik pembangunan pabrik semen.
Kajian ini berdasarkan kesepakatan dalam pertemuan antara Kepala Staf Presiden Teten Masduki dan warga Kendeng yang melakukan aksi mengecor kaki.
“KLHS harus dilakukan secara independen, transparan, dan melibatkan warga, khususnya perempuan,” ucap Azriana melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, 22 Maret 2017.
Ia pun meminta PT Semen Indonesia (Tbk) menahan diri dengan tidak melakukan tindakan berdasarkan izin baru Gubernur Provinsi Jawa Tengah Nomor 660.1/6 Tahun 2017 beserta izin usaha pertambangannya. Komnas Perempuan, ujar dia, meminta semua pihak mencegah konflik horisontal terkait dengan polemik pendirian pabrik semen.
Para petani Kendeng, Rembang, Jawa Tengah, menggelar unjuk rasa di depan Istana Negara untuk menolak pembangunan pabrik semen di daerah mereka. Aksi protes mereka lakukan dengan memasung kaki menggunakan semen. Salah satu pesertanya adalah Patmi. Perempuan 48 tahun itu meninggal setelah beberapa jam ikut menyemen kaki pada Senin lalu.
Azriana mengapresiasi kegigihan warga Kendeng serta Masyarakat Peduli Kendeng dalam mempertahankan hak dan merawat ekosistem dengan langkah-langkah damai serta konstitusional. Menurut dia, aksi ini taat pada proses hukum dalam memperjuangkan haknya atas kelestarian lingkungan dan keberlanjutan kehidupan.