OTT Pungli di Samarinda, Ketua Komura Jelaskan Soal Uang Rp 6,1 M

Reporter

Minggu, 19 Maret 2017 18:39 WIB

Kapolda Kaltim, Inspektur Jenderal Safaruddin membeber barang bukti berupa uang tunai Rp6,1 miliar hasil operasi tangkap tangan di Samarinda, Kalimantan Timur, Jumat (17/3). Selain uang tunai, dua unit CPU dan sejumlah berkas disita. Polisi juga mengamankan 15 orang dalam perkara ini. FIRMAN HIDAYAT/SAPRI MAULANA

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Samudera Sejahtera (Komura), Jaffar Abdul Gaffar, menggelar jumpa pers untuk mengklarifikasi soal berita operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan polisi di Pelabuhan Peti Kemas di Samarinda, Kalimantan Timur pada Jumat, 17 Maret 2017. Dia menjelaskan soal uang Rp 6,1 miliar yang disita polisi dalam OTT itu.

Menurut Jaffar, uang itu bukanlah uang hasil pungutan liar melainkan dana operasional untuk membayar upah buruh. Ia membantah jika uang tersebut adalah hasil pungli.

Baca: Diperiksa Polisi, Wali Kota Bantah Izinkan Pungli di Samarinda

"Kalau langsung dikategorikan bagian dari money laundry atau korupsi, suap, saya belum bisa katakan ada bagian dari itu, karena apa yang saya lakukan selama ini adalah aturan," kata dia dalam jumpa pers di Akmani Hotel, Jakarta Pusat, Minggu, 19 Maret 2017.

Jaffar menjelaskan, sebelum mempekerjakan buruh, biasanya Komura membayar panjar sebesar 30 persen dari jumlah upah kepada buruh itu. Uang itu berasal dari perusahaan atau kapal yang meminta tenaga buruh untuk bongkar muat.

Dia menjelaskan uang yang diambil polisi itu berada di kas kantor Komura. "Kebetulan abis mencairkan dana dari bank," kata dia. "Uang itu baru diambil (dicairkan), tahu-tahu ada penggerebekan dan tidak langsung menanyakan masalah apa."

Baca: Gelar OTT di Samarinda, Tim Gabungan Polisi Sita Rp 6,1 Miliar

Dia menjelaskan uang itu untuk membayar gaji buruh yang akan mengambil upah, baik buruh yang akan bekerja dan yang sudah bekerja. Soal kabar bahwa biaya untuk upah terlalu tinggi, Jaffar mengatakan hal itu sesuai dengan kesepakatan berdasarkan peraturan Menteri Perhubungan yaitu ongkos pemuatan pelabuhan dan ongkos tujuan ke pelabuhan lain, yakni WHIK. W, kata Jaffar, adalah upah tenaga kerja. H adalah kesejahteraan, I asuransi, dan K registrasi.

"Itu komponen yang kami bahas dan disepakati semua pihak termasuk pemilik barang, asosiasi perusahaan bongkar muat dengan tenaga kerja koperasi dan difasilitasi oleh tiga pembina," ujarnya lagi. Tiga pembina itu di antaranya, pihak Syahbandar, Dinas Tenaga Kerja, dan Dinas Koperasi. Menurut Jaffar, upah buruh di berbagai daerah tidak bisa dibandingkan. Dia mengatakan jika upah buruh dianggap tinggi kenapa tidak dibicarakan.

"Kalau terindikasi macam-macam ya silakan diproses, tapi jangan divonis kalau kami melakukan satu kesalahan yang berkaitan dengan namanya pemerasan. Ini saya belum terima," kata dia.

Baca: Pungli Rp 6,1 M di Samarinda, Menteri Budi: Ini Kejadian Dahsyat

Jaffar bercerita, koperasi didirikan pada 15 Agustus 1985. Pria asal Takalar, Sulawesi Selatan ini menyebut Komura telah mendapat berbagai penghargaan. Di antaranya, penghargaan koperasi terbaik pada 2007 di Bali, koperasi berprestasi pada 2010 di Sidoarjo. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono juga memberi lencana kepada Komura di Palangkaraya pada 2012, serta lencana karya pembangunan dari Presiden Joko Widodo di tahun 2015.

Saat ini, kata dia, buruh atau anggota Komura sekitar 1.300 kepala keluarga. Setiap kepala keluarga menanggung istri dan tiga anak. "Ini tanggung jawab kami dengan anggota. Jangan sampai ini mengganggu kegiatan bongkar muat," ujarnya.

Markas Besar Polri melakukan OTT di Samarinda, Kalimantan Timur pada Jumat, 17 Maret 2017. Dari tiga lokasi digeledah, polisi menyita uang tunai senilai Rp 6,1 miliar. Sekitar 100 anggota tim gabungan kepolisian dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), Kepolisian Daerah (Polda) Kaltim, Satuan Brimob Polda Kaltim Detasemen B Pelopor, dan Kepolisian Resor Kota menggelar OTT di Pelabuhan Samudera dan Terminal Peti Kemas (TPK) di Kecamatan Palaran, Kota Samarinda.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim, Brigadir Jenderal Agung Setya, mengatakan polisi telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Merekada adalah A yang diduga melakukan pemerasan di lapangan, AB, serta DH. Dari tiga tersangka ini, DH diduga adalah karyawan Komura. "DH kami dalami lagi perannya apakah berhubungan dengan koperasi atau yang lain," kata Agung saat dihubungi, Minggu, 19 Maret 2017.

REZKI ALVIONITASARI | FIRMAN HIDAYAT

Berita terkait

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

3 jam lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

Investigasi Tempo dan Amnesty International: Produk Spyware Israel Dijual ke Indonesia

4 jam lalu

Investigasi Tempo dan Amnesty International: Produk Spyware Israel Dijual ke Indonesia

Investigasi Amnesty International dan Tempo menemukan produk spyware dan pengawasan Israel yang sangat invasif diimpor dan disebarkan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Soal Kematian Brigadir RAT, Kompolnas Ungkap Sejumlah Kejanggalan

10 jam lalu

Soal Kematian Brigadir RAT, Kompolnas Ungkap Sejumlah Kejanggalan

Kompolnas menilai masih ada sejumlah kejanggalan dalam kasus kematian Brigadir RAT.

Baca Selengkapnya

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

1 hari lalu

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

Komnas HAM Papua menyatakan permintaan TPNPB-OPM bukan sesuatu yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Korlantas Polri Tegaskan Pelat Dinas Berkode ZZ Harus Patuhi Aturan Ganjil Genap

1 hari lalu

Korlantas Polri Tegaskan Pelat Dinas Berkode ZZ Harus Patuhi Aturan Ganjil Genap

Korlantas Polri memastikan pelat nomor khusus kendaraan dinas berkode 'ZZ' harus tetap mematuhi aturan ganjil genap.

Baca Selengkapnya

Korlantas Ungkap Banyak Lembaga Negara Buat Pelat Dinas Tapi Tak Tercatat di Database Polri

1 hari lalu

Korlantas Ungkap Banyak Lembaga Negara Buat Pelat Dinas Tapi Tak Tercatat di Database Polri

Korlantas Polri mengungkap, terdapat banyak lembaga negara yang membuat pelat kendaraan dinas dan STNK khusus sendiri.

Baca Selengkapnya

Komnas HAM Inisiasi Penilaian untuk Kementerian dan Lembaga, Ini Kategori Hak yang Dinilai

1 hari lalu

Komnas HAM Inisiasi Penilaian untuk Kementerian dan Lembaga, Ini Kategori Hak yang Dinilai

Komnas HAM menggunakan 127 indikator untuk mengukur pemenuhan kewajiban negara dalam pelaksanaan HAM.

Baca Selengkapnya

TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Plat Kendaraan hingga Konflik Antaranggota

1 hari lalu

TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Plat Kendaraan hingga Konflik Antaranggota

Yusri juga berharap, TNI dan Polri memiliki frekuensi yang sama dalam mengatasi berbagai permasalahan itu.

Baca Selengkapnya

TPNPB Klaim Tembak Mati Empat Anggota TNI-Polri dan Bakar Sekolah di Enarotali

1 hari lalu

TPNPB Klaim Tembak Mati Empat Anggota TNI-Polri dan Bakar Sekolah di Enarotali

TPNPB-OPM menyatakan menembak empat anggota aparat gabungan TNI-Polri. Penembakan itu terjadi pada Rabu, 1 Mei 2024. Keempat orang itu ditembak saat mereka sedang berpatroli.

Baca Selengkapnya

37 Penyandang Disabilitas Ikut Rekrutmen Bintara Polri Tahun Ini

1 hari lalu

37 Penyandang Disabilitas Ikut Rekrutmen Bintara Polri Tahun Ini

Jumlah penyandang disabilitas yang mendaftar rekrutmen Bintara Polri meningkat

Baca Selengkapnya