Warga berada di atas tanggul lumpur saat akan melakukan tabur bunga dalam rangka memperingati 10 tahun tragedi semburan lumpur Lapindo di titik 71 Desa Ketapang, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, 30 Mei 2016. Warga menolak rencana pengeboran sumur gas baru Lapindo dan segala aktifitas tambang minyak di sekitar pemukiman. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Sidoarjo - Panitia Khusus Lumpur Lapindo Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, berharap tidak ada perubahan tugas dan fungsi dari lembaga baru yang akan menggantikan peran Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).
"Kami menekankan secara fungsi dan tugas tidak ada perubahan," kata Ketua Pansus Lumpur Lapindo DPRD Sidoarjo Mahmud saat dihubungi Tempo menanggapi pembubaran BPLS oleh Presiden Joko Widodo, Selasa, 14 Maret 2017.
Merujuk Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2017 yang diteken presiden pada 2 Maret lalu, pelaksanaan tugas dan fungsi BPLS selanjutnya dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.
Menurut Mahmud, Dewan akan meminta kejelasan terkait hal itu. Dia juga berharap lembaga baru tersebut melanjutkan program yang sudah dilakukan BPLS. "Syukur-syukur ada program baru. Yang terpenting memperhatikan hak korban lumpur."
Menurut anggota Fraksi Partai Amanat Nasional itu saat ini masih ada sekitar 85-an warga korban lumpur yang berada dalam peta area terdampak dan belum mendapatkan ganti rugi. "Mudah-mudahan ke depan masalah itu cepat selesai."
Mahmud menambahkan, meski dana talangan dari pemerintah sudah ada, namun masih perlu dikoordinasikan dengan PT Minarak Lapindo Jaya. Pencairan ganti rugi tidak bisa dilakukan karena masalah waris dan status tanah kering dan basah.
Selain warga, pengusaha korban lumpur Lapindo yang perusahaannya berada dalam peta area terdampak juga belum mendapatkan ganti rugi dari PT Minarak. Minarak masih berkeras mau membayar dengan mekanisme businesstobusiness (B2B).
Sebelumnya pemerintah membubarkan BPLS dengan pertimbangan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan urusan pemerintahan. Pemerintah memberikan waktu pengalihan paling lama satu tahun sejak tanggal diundangkan perpres ini.
Dengan demikian, Perpers Nomor 14 Tahun 2007 tentang BPLS yang diteken mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak berlaku. BPLS dibentuk untuk meningkatkan upaya penanganan dengan memperhitungkan risiko lingkungan yang terkecil dari musibah lumpur Lapindo.