Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Sugiharto (kiri) dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman saat menjalani sidang pembacaan dakwaan atas kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP secara nasional tahun 2011-2012 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 9 Maret 2017. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Surabaya - Ketua Umum Srikandi Hanura Miryam S. Haryani yang namanya ikut disebut dalam dakwaan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik mengaku menghormati proses hukum.
"Itu kan disebut dalam dakwaan dan saya menghormati proses hukum," ujarnya ketika ditemui usai pelantikan pengurus DPD Srikandi Jatim dan DPC Srikandi kabupaten/kota se-Jatim di Surabaya, Sabtu, 11 Maret 2017.
Nama Miryam menjadi satu dari beberapa nama mantan anggota Komisi II DPR RI yang diduga mendapat aliran anggaran kasus korupsi KTP elektronik sebesar US$ 23 ribu. Politisi yang kini duduk sebagai anggota Komisi V DPR RI itu menyatakan siap dipanggil KPK untuk menjalani proses pemeriksaan bila keterangannya diperlukan.
"Sebagai warga negara yang baik saya siap dipanggil, apapun risikonya," tutur wanita kelahiran Indramayu yang juga seorang pengusaha tersebut.
Miryam mengaku sudah dipanggil Ketua Umum DPP Hanura Oesman Sapta Odang dan melakukan klarifikasi terkait kasus, termasuk menceritakan semuanya. "Di Jakarta saya sudah pernah mengklarifikasinya. Kami tegaskan bahwa saat itu Hanura di komisi II hanya memiliki dua orang, jadi mustahil 'merangkai' semuanya. Yang jelas, saya menghormati proses hukum," tutur dia.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis 9 Maret 2017, pada surat dakwaan korupsi pengadaan KTP elektronik tahun 2011-2012 terungkap pengaturan anggaran oleh pejabat Kementerian Dalam Negeri yang menjadi terdakwa dalam kasus itu, yaitu Irman dan Sugiharto bersama sejumlah anggota DPR.