Senator asal Bengkulu Mohamad Saleh terpilih sebagai pimpinan DPD wilayah Barat dalam sidang paripurna luar biasa DPD. Ia menggantikan posisi Irman Gusman yang dicopot karena menjadi tersangka dugaan suap. Jakarta, 11 Oktober 2016. TEMPO/Ahmad Faiz
TEMPO.CO, Bandung - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Mohammad Saleh mengatakan lembaganya mendukung pengusutan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP (kartu tanda penduduk elektronik) di Kementerian Dalam Negeri pada 2011-2012. Ia berharap Komisi Pemberantasan Korupsi mengusutnya hingga tuntas.
“Tegakkan saja hukum dengan seadil-adilnya, kalau memang ada pelanggaran di situ,” kata Saleh seusai acara penyerahan hibah lahan aset dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat kepada DPD di Gedung Sate, Bandung, Selasa, 7 Maret 2017
Saleh mengatakan lembaganya tak dilibatkan dalam pembahasan proyek e-KTP. Padahal, kata dia, proyek itu telah menghabiskan anggaran negara yang sangat besar. “Seharusnya bisa berjalan dengan sempurna karena pembiayannya begitu besar,” ucapnya.
Meski demikian, persoalan yang timbul saat pelaksanaan proyek e-KTP masih dinilai wajar. Musababnya, proyek tersebut berskala besar serta mencakup seluruh wilayah di Indonesia yang memiliki kesulitan yang berbeda-beda.
”Kami melihatnya wajar kalau masih ada kendala. Bayangkan berapa ratus juta penduduk, dan itu bukan pekerjaan yang gampang,” kata Saleh.
Mengenai rencana pembahasan kasus korupsi proyek e-KTP, Saleh belum dapat memastikannya. “Belum ada,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP, yakni mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman serta Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto.
Melihat besarnya nilai kerugian negara dalam korupsi ini, yakni Rp 2,3 triliun, KPK meyakini ada aktor-aktor lain yang turut menikmati. Sebanyak 294 saksi telah diperiksa sejak 2014. Dari ratusan saksi itu, 14 orang dan 5 perusahaan telah mengembalikan uang korupsi dengan total Rp 250 miliar.