Pengamat: Raja Arab Datang, Momentum Alihkan Hegemoni Barat
Editor
Dian Andryanto
Minggu, 26 Februari 2017 09:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud ke Indonesia, Selasa, 28 Februari 2017, banyak mengundang berbagai tafsir. Menurut Adi Prayitno, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, ada dua aspek penting yang menyertainya dan Pemeintahan Joko Widodo harus bisa mengambil momentum ini.
Pertama, kunjungan Raja Arab ini merupakan momen penting untuk memperkuat hubungan diplomasi antar-kedua negara di sejumlah sektor strategis. Menurut Adi, Meski Indonesia dan Arab Saudi memiliki kesamaan agama, namun hubungan bilateral kedua negara tak semesra yang dibayangkan banyak pihak.
"Indonesia tak pernah menjadi mitra strategis Arab Saudi dalam banyak isu strategis seperti politik, ekonomi dan hukum. Isu yang paling dominan hanya terkait dengan kuota haji dan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi," katanya kepada Tempo, Ahad, 26 Februari 2017.
Baca juga:
Kunjungi Indonesia, Raja Arab Siapkan Investasi US$ 7 Miliar
Raja Arab ke Indonesia,LBH: Tagih Janji ke Para Korban Crane
Kedua, di tengah kebijakan Presdien Amerika Serikat Donald Trump yang tak bersahabat dengan negara-negara Islam dan Timur Tengah, maka kunjungan Raja Salman ini memiiliki makna penting. “Salah satunya kesempatan untuk menarik para investor Timur Tengah ke indonesia yang mulai gamang berinvestasi di Barat,” ujar Adi, berpendapat.
Peran Arab Saudi di Indonesia yang hanya tampak di sektor keagamaan dan tenaga kerja, perlahan harus mulai digeser pada persoalan ekonomi dan pendidikan.
Baca pula:
Raja Arab Salman ke Indonesia, JK: Kerja Sama Ini yang Belum
Raja Arab Dianggap Penting ke Indonesia, Ini Kata Pengamat
Adi menjelaskan, investasi Arab Saudi di AS misalnya tergolong cukup fantastis karena mencapai US$ 600 miliar. Di Tengah situasi yang tak bersahabat, tentu ini menjadi peluang untuk memperbaiki prospek ekonomi Indonesia melalui invetasi Arab Saudi.
Di sektor pendidikan, di bandingkan Iran dan Turki, Arab Saudi masih kalah jauh. Turki dan Iran sudah begitu banyak mengembangkan kerja sama pendidikan dengan kampus islam terkemuka di Indonesia. Sementara Saudi hanya memiliki patron dengan LIPIA.
Oleh karena itu, menurut Adi, sekali lagi ini momentum bagi Indonesia untuk mengalihkan kebijakan politik luar negeri Arab Saudi yang sedang berada dalam dilema dengan menjadikan Asia, melalui Indonesia, sebagai mitra altetnatif untuk mengurangi hegemoni Barat.
S. DIAN ANDRYANTO
Simak: Kasus Ipar Jokowi, Busyro: Semoga KPK Makin Ekstra Independen