Luhut Pamer Pencegahan Paham Radikal kepada Anggota OKI
Editor
Endri Kurniawati
Rabu, 22 Februari 2017 20:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan pamer cara pencegahan paham radikal dalam pertemuan International Broadcasting Regulatory Autorities (IBRAF) ke-5 anggota Organisasi Konferensi Islam di Bandung. “Kami menggunakan ‘soft approach’,” ujar Luhut, Rabu, 22 Februari 2017. Indonesia, kata Luhut, fokus dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketidaksetaraan. “Kami meyakini ini penting untuk mencegah faham radikal.” Karena kemiskinan juga menyumbang berkembangnya radikalisme dan instabilitas sosial.
Sedangkan rasisme adalah puncak gunung dari radikalisme dan ekstrimisme. Mencegah radikalisme dibutuhkan untuk menjaga suasana harmoni di dalam negeri. “Harmoni penting, menghadirkan kehidupan yang harmoni salah satunya dengan menjaga kesetaraan.”
Baca:
Cegah Propaganda Terorisme, Pemerintah Bentuk Satgas Khusus
Cegah Anak-anak Terpapar Radikalisme, KPAI Gandeng BNPT
Peran media dinilai penting untuk mencegah penyebaran radikalisme. Teroris, kata dia, menggunakan media untuk menyebarkan fahamnya, merekrut anggotanya. Contohnya ISIS yang mengunakan media untuk mempromosikan ideloginya. “Kami harap, media memahami ini dan bersama-sama mencegah penyebaran faham radikalisme.”
Luhut mengatakan, Indonesia dengan penetrasi pengguna media sosial menembus 30 juta orang pada 2016, ikut berperan menyebarkan berita baik, juga berita buruk. Media sosial tidak memiliki prosedur swasensor seperti media mainstream. “Miss informasi bisa tersebar sangat cepat lewat media sosial seperti Facebook dan Twitter.”
Baca juga:
Dua Hari di Australia, Ini yang Diincar Jokowi
Ahok Minta Maaf Seusai Jalani Sidang Lanjutan, Ini Sebabnya
Dia berharap, dengan peranannya, media tetap seimbang dan objektif dalam memberikan informasi pada publik. Pemerintah Indonesia, kata Luhut, terbuka pada kritik. Dan kritik yang baik adalah yang membantu pemerintah memperbaiki dirinya.
Luhut mengklaim, pemerintah Indonesia berhasil bertahan dari guncangan yang terjadi akibat pelambatan ekonomi dalam sepuluh tahun terakhir. “Ini tidak mudah. Apalagi di tengah tantangan global dan dalam negeri.” Situasi global saat ini tidak mudah seperti krisis di Timur Tengah, radikalisme, pelambatan ekonomi, hingga konflik di Laut Cina Selatan. Di dalam negeri Indonesia menghadapi tantangan untuk mengurangi disparitas dari Sabang sampai Merauke.
Membuka pertemuan itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, Indonesia negara kepulauan dengan proporsi penduduk muslim terbesar. “Konsekuensinya, kami terus mendorong penyedia konten baik perusahaan nasional atau pun internasional agar memproduksi siaran dan program televisi yang menghormati Islam, etika dan kulturnya, sebagai agen perdamaian dan harmoni,” kata Rudiantara.
Rudiantara mengatakan perkembangan teknologi dan media tak bisa dihentikan. Tapi negara peserta bisa mendorong industri penyiaran agar saling berbagi dan bekerjasama untuk menguatkan solidaritas di antara negara-negara Islam. “Pada akhrinya akan tercipta harmoni di dunia lewat media, dengan dorongan lembaga otoritas penyiaran yang mempromosikan kebersamaan, toleransi, dan saling menghormati.”
Presiden IBRAF, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Yuliandre Darwis mengatakan, pertemuan tahunan ini untuk membangun kerjasama antar lembaga regulator penyiaran agar mendapatkan pemahaman bersama mengenai isu media dan dunia penyiaran saat ini.
Pada pembukaan pertemuan tahunan IBRAF 5 ini, Walikota Bandung Ridwan Kamil membacakan deklarasi “Media World Harmony”. Isinya lima hal, yakni kemanusiaan, tanggung jawab, persahabatan, pencerahan, dan harmoni. Wakil Perdana Menteri Malaysia Ahmad Zahid Hamidi juga berbicara dalam pertemuan ini. Pertemuan tahunan lembaga regulator penyiaran negara-negara OKI ini akan digelar selama tiga hari.
AHMAD FIKRI