Calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) didampingi calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno (kedua kiri) menyampaikan pidato politik saat kampanye terbatas bersama simpatisan Partai Idaman pimpinan Rhoma Irama, di Cibubur, Jakarta, 2 Februari 2017. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Jakarta - Analis politik dari UI (Universitas Indonesia) Donny Gahral Adiansyah yang mengikuti hasil perhitungan cepat atau quick count Pilkada DKI Jakarta, mengungkapkan bahwa naiknya suara pasangan calon nomor 3, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno atau Anies-Sandi berbeda tipis dengan Ahok-Djarot, karena kemampuan keduanya menarik simpati dengan soft campaign.
"Anies mampu menarik simpati dengan soft campaign," kata Donny, menegaskan. "Secara internal saya kira Anies berkampanye secara soft dan menyentuh, meski tetap lemah pada detil apa yang harus dilakukan," katanya. Ia menegaskan, Anies-Sandi tidak pernah menyerang pemerintah. "Hal ini juga mengundang simpati pemilih," katanya.
Donny menambahkan pula adanya faktor eksternal. "Faktor eksternal tentu saja keuntungan yang tidak diniatkan dari pertarungan paslon Agus-Sylvi (AHY) dengan Ahok-Djarot," katanya. Selain itu, menurutnya, blunder yang dilakukan kerabat AHY di media sosial, sehingga membuat berpindahnya pemilih Agus kepada Anies.
Mengenai faktor Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Donny tak mengesampingkan pengaruh peran tersebut seperti haknya peran SBY kepada Agus-Sylvi dan Megawati untuk Ahok-Djarot. "Saya kira mesin politik Gerindra bekerja optimal," kata dia. "Meski sosok Prabowo tidak terlalu dijadikan endorser saat kampanye Anies-Sandi," kata dia.
Satu hal lagi yang dimainkan "cantik" oleh Anies, menurut Donny kemampuannya mengambil diferensiasi atau perbedaan dengan pasangan AHY dengan mencegah sebisa mungkin hard campaign, yang menyerang. "Meski di belakang yang bersangkutan berderet kelompok Islam garis keras anti-Ahok," katanya.