Presiden Joko Widodo menerima Pengurus Pusat Muhammadiyah di Istana Merdeka, Jakarta, 13 Februari 2017. Dalam pertemuan ini, Jokowi didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Mendikbud Muhadjir Effendy. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir beserta sejumlah pengurus lain di Istana Merdeka, Senin, 13 Februari 2017. Dalam pertemuan tersebut, menurut Haedar, Jokowi menegaskan netralitasnya dalam pemilihan kepala daerah serentak 2017.
"Prinsipnya, Bapak Presiden sebagai kepala pemerintahan menegaskan ulang tentang posisinya yang tetap netral dan obyektif dalam pilkada di mana saja, sehingga tidak memihak calon mana pun. Artinya, Bapak Presiden tetap menjaga netralitas, dan ini positif untuk proses demokrasi di Indonesia," ucap Haedar.
Menurut Haedar, pertemuan itu juga membahas status hukum Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Presiden memerintahkan Menteri Dalam Negeri meminta pandangan resmi Mahkamah Agung dalam menyikapi perbedaan tafsir yang terjadi. "Bahkan Bapak Presiden sendiri betul-betul menyadari banyak tafsir itu."
Dengan pandangan resmi dari Mahkamah Agung, pemerintah akan melaksanakan keputusan tersebut sebagai jalan yang terbaik. Haedar berpendapat, hal yang ditempuh Jokowi merupakan langkah yang elegan. "Jadi, di tengah banyak tafsir tentang aktif dan nonaktif ini, jalan terbaik adalah meminta fatwa MA," ujar Haedar.
Ahok sudah aktif kembali sebagai Gubernur DKI seusai cuti dalam rangka kampanye calon pilkada DKI. Namun aktifnya Ahok dipermasalahkan sejumlah pihak karena mantan Bupati Belitung Timur itu menjadi terdakwa kasus penodaan agama.
Bahkan Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya mengusulkan hak angket untuk menyelidiki keputusan Kementerian Dalam Negeri yang tidak memberhentikan Ahok meskipun berstatus terdakwa. Fraksi Partai Demokrat pun mendukung usulan tersebut. Pengaktifan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI diduga melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.