Pengepul Kepiting Keluhkan Aturan Menteri Susi Pudjiastuti
Editor
Dian Andryanto
Kamis, 9 Februari 2017 13:24 WIB
TEMPO.CO, Balikpapan - Seorang pengepul kepiting Balikpapan, Kalimantan Timur, Mansyur, mengeluhkan aturan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang memberlakukan kembali pelarangan ekspor kepiting telur ke pasar luar negeri. Sejak tiga hari lalu, Kementerian Perikanan dan Kelautan kembali melakukan pelarangan ekspor komoditas kepiting telur. "Kembali ada pelarangan ekspor kepiting ke luar negeri," katanya, Kamis, 9 Februari 2017.
Mansyur mengatakan Kementerian Kelautan dan Perikanan sempat membuka keran ekspor kepiting telur bulan Oktober lalu. Saat itu, menurut dia, nelayan Kalimantan Timur kembali bersemangat mengumpulkan kepiting telur yang dihargai Rp 150 ribu per kilogramnya.
Baca juga: Menteri Susi Ungkap Sisi Gelap Sektor Perikanan
“Nelayan semangat kalau harganya Rp 150 ribu per kilogramnya untuk ekspor. Kalau pasaran restoran dalam negeri hanya dihargai Rp 40 ribu per kilogramnya. Bedanya jauh sekali sehingga nelayan tidak mau mencari lagi kepiting telur,” katanya.
Akibatnya langsung dirasakan Mansyur sebagai pengepul kepiting asal Grogrot, Paser, Balikpapan, ini. Demikian pula pengepul di Muara Badak, Handil, Berau, dan Tarakan. Distribusi kepiting menurun drastis menjadi 500 kilogram per hari dari biasanya 700 kilogram per hari. "Sebanyak 500 kilogram ini seluruhnya adalah kepiting tanpa telur. Biasanya 200 kilogram adalah kepiting telur," katanya.
Mansyur mengatakan ekspor kepiting telur jauh lebih menguntungkan dibanding kepiting tanpa telur. Harganya hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kepiting tanpa telur yang dihargai maksimal Rp 100 ribu. "Seperti saya sebagai pengepul memperoleh untung Rp 15 ribu per kilogramnya. Kalau kepiting tanpa telur hanya memperoleh untung Rp 5 ribu per kilogramnya," ujarnya.
Mansyur menyebutkan pasar internasional sangat meminati kepiting telur asal Indonesia yang mempunyai cita rasa istimewa. Ia merupakan penyalur kepiting restoran di Balikpapan, Samarinda, Jakarta, Surabaya, Singapura, Malaysia, Hong Kong, Cina, dan Taiwan.
Namun, kali ini, Mansyur mengaku kesulitan menyuplai kepiting telur untuk restoran sea food-nya di Balikpapan. Menurut dia, nelayan enggan menyempatkan mencari kepiting telur di lautan. "Nelayan tidak ada yang mau mencari kepiting telur. Harganya di pasaran lokal hanya Rp 40 ribu per kilogram," tuturnya.
Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Balikpapan sempat melarang sajian menu makanan kepiting telur di restoran dan hotel setempat. Larangan yang termuat dalam surat edaran itu sudah disampaikan kepada semua pengusaha hotel dan restoran Balikpapan sejak Februari 2015.
Mereka meminta para pengusaha taat karena larangan konsumsi kepiting telur sesuai dengan amanat Kementerian Perikanan dan Kelautan. Larangan ini juga akan berdampak positif bagi kelestarian habitat kepiting di Balikpapan.
Pemerintah Kota Balikpapan diminta membantu dalam penindakan restoran yang tetap menyajikan hidangan menu kepiting telur. Kementerian Perikanan dan Kelautan hanya mensosialisasikan larangan kepada pengusaha dan nelayan di daerah.
Saat ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali mengeluarkan peraturan baru tentang larangan penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan dengan ukuran tertentu pada Januari lalu. Itu termasuk larangan penangkapan hewan-hewan karang itu yang sedang bertelur.
Pengepul kepiting Balikpapan meminta Susi melonggarkan penerapan aturan penangkapan kepiting telur di Indonesia. Kondisinya berdampak signifikan pada penurunan keuntungan nelayan dan pengepul kepiting.
S.G. WIBISONO
Simak:
Jokowi Ajak Media Perangi Berita Bohong
Anggota DPR Soroti Masalah dari Keluhan Para TKI