Massa Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) menunaikan Salat berjamaah disela unjuk rasa di kawasan Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, 4 November 2016. Aksi ini digelar untuk menuntut Pemerintah mengusut kasus dugaan penistaan agama. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Kupang – Rencana Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar salat subuh berjemaah di Masjid Raya Kupang pada Sabtu, 7 Januari 2016, dibatalkan karena disusupi kepentingan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF), gerakan 212, dan kasus gubernur nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
“Saya sudah minta panitia batalkan kegiatan itu, karena sudah diributkan di media sosial,” kata Ketua MUI NTT Abdulkadir Makarim kepada Tempo, Rabu, 4 Januari 2016.
Awalnya, menurut Abdulkadir, MUI akan menggelar salat subuh berjemaah di Masjid Raya Kupang pada 7 Januari 2016, tapi rencana itu tidak berjalan mulus setelah beredar info di media sosial bahwa kegiatan itu telah didompleng GNPF, gerakan 212, serta kasus Ahok.
“Kami tidak ada urusan dengan kasus Ahok di Jakarta. Kami ingin damai di NTT,” tuturnya.
Beredarnya baliho tersebut di media sosial akhirnya menjadi kontroversi, sehingga MUI NTT memutuskan membatalkan kegiatan tersebut. “Sudah ribut, maka saya batalkan. Panitia juga sudah setuju untuk dibatalkan,” ujar Abdulkadir.