TEMPO.CO, Jakarta - Batalnya moratorium Ujian Nasional 2017 mengakibatkan guru kecewa. Retno Listyarti, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, tak habis pikir kenapa pemerintah pada akhirnya memutuskan mempertahankan UN.
"Kami jelas kecewa. Selama 12 tahun diterapkan, UN tidak mendongkrak kualitas sistem pendidikan nasional," ujar Retno ketika dihubungi Tempo, Senin, 19 Desember 2016.
Sebagaimana diberitakan, Presiden Joko Widodo memutuskan membatalkan rencana moratorium UN karena merasa hal itu masih dibutuhkan untuk tolak ukur kualitas pelajar Indonesia. Jokowi berdalih, tanpa UN, akan sulit mengukur kualitas pelajar Indonesia setelah menjalani kegiatan belajar dan mengajar.
Padahal, sebelumnya, isu moratorium UN berembus kencang. Isu itu berembus kencang karena Jokowi menerima kajian panjang mengenai UN dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy serta belum adanya tender pelaksanaan UN hingga Desember ini. Padahal tender pelaksanaan UN umumnya dimulai pada Oktober.
Retno menambahkan, ada banyak alasan lain kenapa UN 2017 seharusnya dimoratorium. Di antaranya, tender yang belum terlaksana, kualitas sistem pendidikan yang tak berkembang, dan keringnya kegiatan belajar-mengajar di sekolah akibat UN. Selain itu, UN mengakibatkan kegiatan belajar-mengajar di sekolah hanya difokuskan pada mata pelajaran yang diujikan serta melupakan social skill dan mata pelajaran lain.
"Nawa Cita Presiden Joko Widodo kan juga ingin menghilangkan penyeragaman dalam sistem pendidikan nasional. Lah, UN itu apa bukan penyeragaman?" ujar Retno.
Menurut Retno, para guru tidak bisa berbuat apa-apa lagi atas keputusan Jokowi itu. Ia mengatakan, guru-guru yang tergabung dalam FSGI akan berkompromi dan menyiapkan diri untuk UN dalam waktu yang semakin mepet.
"Sulit membangun kompromi dari keputusan itu. Apa yang bisa dilakukan hanyalah menyiapkan diri untuk UN 2017. Namun kami akan berjuang agar tahun berikutnya UN bisa dimoratorium," ujarnya.