Kisah George Aditjondro Ikut Doktor di Cornell Tanpa Ijazah  

Reporter

Minggu, 11 Desember 2016 22:39 WIB

George Junus Aditjondro di kantor majalah Tempo, Jakarta, 1982. Dok. TEMPO/Ed Zoelverdi

TEMPO.CO, Jakarta - George Junus Aditjondro rencananya dimakamkan di pemakaman umum Talise, Kota Palu pada Senin, 12 Desember 2016. Dia tidak sempat menghadiri seminar internasional tentang hak asasi manusia di Palu, ibu kota Sulawesi Tengah pada pekan depan.

"Salah satu sesi seminar akan membahas karya-karya tulis George Aditjondro," kata Arianto Sangaji, rekan George yang menjadi panitia seminar internasional di Universitas Tadulako, kepada Amar Burase dari Tempo.

George Aditjondro memang konsisten mengkritik korupsi semenjak Orde Baru. Selain itu, dia juga mengkritik pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur yang dilakukan ABRI.

Baca:
Sidang Ahok Dimulai, Ini 5 Peluang Lolos
Tak Ada Makar, Aktivis Pun Jadi

Ancaman dan tekanan dari rezim Orde Baru membuatnya harus berpindah ke Australia dan mengajar sosiologi di Universitas Newcastle.

George meraih gelar doktor dari Cornell University, Ithaca, Amerika Serikat pada Juli 1992. Tesisnya setebal 400 halaman menyoroti peliputan kasus Kedungombo oleh media di Indonesia dan luar negeri. Bertindak sebagai pembimbing adalah David Deshler, Benedict R.O.G. Anderson, dan Frederick H. Buttel.

George yang lahir di Pekalongan pada 27 Mei 1946 juga membuat marah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal itu terkait buku George bertajuk Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century yang terbit pada 2009.

Kepada Tempo, Daniel Dhakidae menyampaikan cerita menarik mengenai sosok George Aditjondro. Pada tahun 1984, Daniel mengikuti program doktor di Cornell University, di Department of Goverment, Ilmu Politik, Ithaca, New York.

Pada suatu hari di Cornell University, Profesor Benedict (Ben) Anderson, mencari-cari Daniel Dhakidae, mahasiswanya. Setelah bertemu, Ben bercerita.

Baca Juga:
Buya Syafii Maarif: 400 Tahun untuk Ahok
Ini Dia 4 Indikasi Makar Demo Akbar

"Daniel ada orang melamar ke program doktor di Cornell, namun aneh sekali, tidak ada selembar pun ijazah. Baik sarjana muda, apalagi sarjana," tanya Ben, yang banyak melakukan penelitian tentang Indonesia.

Daniel bertanya siapa orang Indonesia yang melamar itu? Ben menyebut nama George Aditjondro. Daniel mengatakan tidak mengetahui aturan yang ada di Cornell University.

"Namun inilah calon brilian, pekerja keras, bahasa asing Ingris dan Belanda tidak ada masalah," kata Daniel memberi jaminan.

Ben Anderson, yang salah satu bukunya yang terkenal berjudul Imagined Communities, mengatakan, "OK, let's see!"

Daniel menjelaskan hanya karena wibawa Prof. Ben Anderson-lah, George Aditjondro langsung diterima di program doktor Cornell University yang bergengsi tersebut.

Kepercayaan yang diberikan Ben Anderson tidak disia-siakan Aditjondro. Pada suatu hari dia menyelesaikan studi masternya dan mengundang kawan-kawannya makan di apartemennya di Cornell.

Baca Pula:
Kasus Al Maidah 51: 6 Alasan Ahok Tak Akan Dipenjara
Ahok Tersangka, Massa Berkuasa

Daniel diminta memberikan kata sambutan pendek pada syukuran itu. "Teman-teman, malam ini kita merayakan sesuatu yang istimewa, yaitu kawan kita George untuk pertama kalinya memegang ijazah sekolah di muka bumi ini," ujar Daniel ketika itu.

Daniel membuka rahasia George yang tidak memiliki ijazah SR (Sekolah Rakjat, setara SD ketika itu). Ketika ujian, George sakit perut. Gurunya bilang silahkan meneruskan di SMP dan akan dilihat selama tiga bulan pertama. Kalau tidak bisa mengikuti pelajaran SMP, kembali lagi ke SR.

Ternyata George paling pintar di kelas. Hal yang sama terjadi di SMP. Waktu ujian sekolah, George terkena kolera. Gurunya berbaik hati lagi dan mempersilahkan meneruskan ke SMA dengan memberi waktu tiga bulan.

Kalau tidak bisa mengikuti pelajaran, George harus kembali ke SMP. Sekali lagi, George paling pintar di kelas di SMA di Makassar.

Ketika mau ujian akhir SMA, bapaknya George harus pindah tugas dari Makassar ke Semarang. Ujian SMA, lantas ditinggalkan.

Uniknya, George bisa masuk kuliah di Fakultas Teknik, Universitas Satya Wacana di Salatiga, Jawa Tengah.

Daniel menjelaskan, saat itu dirinya menjadi mahasiswa Fakultas Sosial dan Politik UGM, Yogyakarta. Rupanya, George lebih sering berada di Yogya dan bermain drama.

Walhasil, George terkena drop out dari Universitas Satya Wacana. Pada tahun 1971, dia melamar dan diterima menjadi koresponden Tempo di Semarang.

Pada Tempo edisi 27 Juni 1987 (rubrik surat dari redaksi), dijelaskan bahwa George lantas ditarik sebagai wartawan Tempo di Jakarta dan sempat menjadi penanggung jawab rubrik ekonomi bisnis. Dia juga menjadi pimpinan Dewan Karyawan pertama Tempo, organisasi yang membawahkan semua karyawan Tempo.

Di sela-sela waktunya sebagai wartawan, George ikut mendirikan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Selain George, wartawan Tempo yang tercatat sebagai anggota Walhi antara lain Herry Komar, Susanto Pudjomartono, dan Yusril Djalinus.

Tahun 1979, George keluar dari Tempo dan bergabung dengan lembaga Bina Desa, sebuah yayasan yang mengurusi masalah lingkungan hidup. Dua tahun kemudian dia mendirikan Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa (YPMD) Irian Jaya.

Pada tahun 1987, George Aditjondro menerima Hadiah Kalpataru sebagai pengabdi lingkungan dari Desa Padang Bulan, Jayapura, Irian Jaya. Pada 2003, George menerbitkan buku berjudl "Pola-pola Gerakan Lingkungan: Refleksi untuk Menyelamatkan Lingkungan dari Ekspansi Modal."

Daniel Dhakidae menilai George Aditjondro adalah tipe sarjana yang tidak pernah bekerja setengah-setengah. "Seluruh dirinya terlibat baik dalam bekerja maupun menjadi tipe intellectual engagé, intelektual yang terlibat dalam soal yang ditelitinya," katanya.

Kalau dia meneliti konsentrasi modal dan kekayaan pada segelintir orang, ujar Daniel, berarti dia menolak konsentrasi kekayaan itu dan berani mengambil risiko terhadap apa pun yang menimpanya.

Daniel menjelaskan topik apa pun yang dipilihnya dikerjakan dengan habis-habisan. Ketika dia menulis tentang Dr Sam Ratulangie, George mengejar bahan-bahan itu sampai ke tanah Papua, sebelum dia bekerja di Papua.

"Inilah George yang hidupnya berwarna-warni. Ketika dia meninggalkan dunia ini, dia harapkan dunia ini warna-warni, alias Indonesia yang plural dan multikuktural," kata Daniel yang berharap kita meneruskan perjuangan George Aditjondro.

UNTUNG WIDYANTO


Berita terkait

Penyair Joko Pinurbo Meninggal, akan Dimakamkan di Sleman

1 hari lalu

Penyair Joko Pinurbo Meninggal, akan Dimakamkan di Sleman

Penyair Joko Pinurbo meninggal pada usia 61 tahun karena sakit.

Baca Selengkapnya

Solihin GP Wafat, Pj Wali Kota Bandung Kenang Kiprah Mang Ihin Atasi Krisis Pangan Lewat Gogo Rancah

54 hari lalu

Solihin GP Wafat, Pj Wali Kota Bandung Kenang Kiprah Mang Ihin Atasi Krisis Pangan Lewat Gogo Rancah

Tokoh Jawa Barat Solihin GP yang akrab disapa Mang Ihin itu meninggal saat perawatan di Rumah Sakit Advent Bandung.

Baca Selengkapnya

Kisah Solihin GP Rayakan Ulang Tahun Ke-80 di Unpad, Ingatkan Pentingnya Pemberantasan KKN

54 hari lalu

Kisah Solihin GP Rayakan Ulang Tahun Ke-80 di Unpad, Ingatkan Pentingnya Pemberantasan KKN

Solihin GP mengajak masyarakat kembali ke konsep dasar dalam mengelola lingkungan hidup.

Baca Selengkapnya

Tokoh Jawa Barat Solihin GP Meninggal di Bandung

54 hari lalu

Tokoh Jawa Barat Solihin GP Meninggal di Bandung

Mantan Gubernur Jawa Barat yang juga pendiri Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Solihin GP wafat di usia 97 tahun.

Baca Selengkapnya

Cendekiawan Ignas Kleden Berpulang setelah Dua Tahun Mengidap Gangguan Ginjal

22 Januari 2024

Cendekiawan Ignas Kleden Berpulang setelah Dua Tahun Mengidap Gangguan Ginjal

Ignas Kleden dikenal sebagai sosok sastrawan, sosiolog, dan kritikus sastra asal lores Timur.

Baca Selengkapnya

Jenazah Lukas Enembe Disambut Tangisan Ratapan Suku Sentani di Jayapura

28 Desember 2023

Jenazah Lukas Enembe Disambut Tangisan Ratapan Suku Sentani di Jayapura

Dantje Nere mengatakan masyarakat adat yang juga sebagai warga jemaat GKI Filadelfia Kampung Harapan setempat sangat merasa kehilangan Lukas Enembe.

Baca Selengkapnya

Profil Doni Monardo, Mantan Ketua BNPB yang Meninggal Hari Ini

3 Desember 2023

Profil Doni Monardo, Mantan Ketua BNPB yang Meninggal Hari Ini

Doni Monardo menjabat sebagai Ketua Umum PPAD atau Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat untuk periode 2021-2026.

Baca Selengkapnya

Eks Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo Berpulang

3 Desember 2023

Eks Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo Berpulang

Doni Monardo jatuh sakit dan menjalani proses perawatan intensif di rumah sakit sejak 22 September 2023.

Baca Selengkapnya

Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait Berpulang

26 Agustus 2023

Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait Berpulang

Arist Merdeka Sirait meninggal dalam usia 63 tahun pada pukul 08.30 WIB di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.

Baca Selengkapnya

Profil Luis Suarez, Legenda Barcelona dan Inter Milan yang Meninggal dalam Usia 88 Tahun

10 Juli 2023

Profil Luis Suarez, Legenda Barcelona dan Inter Milan yang Meninggal dalam Usia 88 Tahun

Luis Suarez merupakan pesepak bola yang aktif di era 50 hingga 70-an dan pernah menyabet Ballon d'Or, pernah memperkuat Barcelona dan Inter Milan.

Baca Selengkapnya