Warga melihat sejumlah bangunan yang hancur akibat diterjang gempa bumi berkekuatan 6,4 SR di Ule Glee, Pidie Jaya di Aceh Besar, Banda Aceh, 7 Desember 2016. Gempa yang terletak pada kedalaman 10 kilometer ini tidak berpotensi tsunami. REUTERS
TEMPO.CO, Jakarta - Warga Aceh mengira akan terjadi tsunami ketika sebagian daerah diguncang gempa berkekuatan 6,4 Skala Richter pada Rabu pagi, 7 Desember 2016. Saat gempa terjadi pukul 05.04 Wib, sebagian warga sedang menunaikan salat Subuh. Masyarakat masih trauma dengan tsunami besar yang terjadi pada 2004.
Banyak warga yang panik dan berusaha keluar rumah secepatnya untuk menyelamatkan diri, serta berpikir akan terjadinya tsunami, sebagaimana yang terjadi pada 26 Desember 2004.
Fitriani, warga Meuraksa, Kabupaten Pidie Jaya, yang merupakan daerah episentrum gempa kuat, itu mengatakan kepanikan warga Pidie Jaya dipicu kuat dan lamanya goncangan. Berbagai barang perabotan berjatuhan.
Bahkan, kata dia, banyak warga yang berpikir akan terjadi tsunami, sehingga menjauh dari pantai. "Kami mengkhawatirkan akan terjadi tsunami, sehingga keluar rumah dan pergi menuju ke arah Simpang Tiga, biar agak jauh dari laut bila terjadi tsunami," katanya.
Di Lhokseumawe, yang berjarak sekitar 130 kilometer dari Pidie Jaya, banyak penduduk yang berhamburan keluar rumah menuju lapangan saat terjadinya guncangan tersebut. Mereka menghindari kejatuhan reruntuhan meskipun di kota itu tidak ada bangunan yang roboh.
Bahkan warga yang bermukim dekat dengan pantai, seperti di wilayah pesisir Lhokseumawe, terus memantau kemungkinan terjadinya tsunami, ujar M. Ilyas, salah seorang warga Lhokseumawe.
Pengalaman musibah tsunami yang terjadi pada 2004 menyisakan trauma yang mendalam bagi masyarakat Aceh. Sehingga, saat terjadi gempa yang begitu terasa guncangannya, warga langsung terpikir akan terjadi tsunami dan berusaha menyelamatkan diri.