Presiden Jokowi (kiri) meninjau alutsista puncak Latihan Tempur Angkasa Yudha 2016 di Natuna, 6 Oktober 2016. Istana Kepresidenan
TEMPO.CO, Bandung - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan kembali komitmen pemerintah memprioritaskan alat utama sistem pertahanan (alutsista) buatan dalam negeri. “Kalau kita bisa buat, kenapa harus beli? Harus dibuat,” kata Menteri saat menerima penyerahan Helikopter Full Combat SAR Mission EC725 di kompleks PT Dirgantara Indonesia, di Bandung, Jumat, 25 November 2016.
PT Dirgantara Indonesia menyerahkan dua dari enam helikopter Full Combat SAR Mission EC725 pesanan Kementerian Pertahanan untuk dipergunakan TNI Angkatan Udara. “Sementara enam ini. Ke depan kita lihat TNI AU perlu berapa, kita beli.”
Ryamizard mengatakan secara bertahap Indonesia akan memulai produksi sejumlah alutsista dalam negeri. Dalam dua tahun misalnya ditargetkan mampu memproduksi kapal selam. Begitu pun dengan pesawat tempur. “Mungkin lima-sepuluh tahun lagi kita harus mampu membuat pesawat tempur sendiri.” Dengan demikian, pada sepuluh tahun mendatang, Indonesia sudah bisa mandiri untuk memenuhi keperluan alutsista.
Ryamizard mengatakan pembelian alutsista dari luar negeri baru diperbolehkan jika teknologi dalam negeri belum mampu agar bisa memproduksi sendiri secara bertahap. Indonesia akan membeli tapi harus ada transfer teknologi dari produsen senjata. “Baru kita beli,” katanya.
Menurut Ryamizard, pemerintah juga memberlakukan persyaratan lainnya jika terpaksa membeli dari luar negeri. Dia mencontohkan, persyaratan penggunaan konten lokal tertentu, hingga imbal dagang. Tujuannya, di antaranya adalah memajukan perdagangan Indonesia.
Ryamizard mengakui masih ada sejumlah alutsista yang akan dibeli dari luar negeri, yakni Sukhoi dan kapal selam dari Rusia. Dia mengklaim, mensyaratkan transfer teknologi soal seluk-beluk kapal selam. “Kita harus cerdas, mencuri ilmu di mana-mana untuk memperkuat kita sendiri.”
Untuk mengikuti visi kemaritiman Presiden Joko Widodo, kata Menteri, kapal selam dibutuhkan untuk mengawal celah alur laut pelayaran Indonesia. Setidaknya sepuluh kapal selam akan dibuat untuk keperluan itu.