Di KPK, Dua Agus Pegang Kunci Gamawan Fauzi
Editor
Muhamad rizki tnr
Selasa, 1 November 2016 08:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini, Selasa, 1 November 2016, mengagendakan pemeriksaan Agus Martowardojo. Gubernur Bank Indonesia itu akan dimintai keterangan terkait pengusutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik alias e-KTP. Agus diperiksa dalam kapasitas sebagai Menteri Keuangan periode 2010-2013.
Agus Martowardojo diyakini mengetahui sejumlah rapat evaluasi proyek e-KTP di kantor Wakil Presiden Boediono dalam rentang 2010-2011. Rapat itu terjadi karena Wakil Presiden ingin menengahi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang sama-sama mengotot di dalam progam e-KTP. "Semua pertemuan yang menyangkut proyek e-KTP akan ditanyakan oleh penyidik," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif kepada Tempo, Selasa, 1 November 2016.
Seorang penegak hukum di KPK menuturkan, setidaknya ada dua rapat yang dianggap penting. Rapat pertama berlangsung sekitar awal 2010 dipimpin Boediono. Selain Agus Martowardojo, menurut sumber ini, rapat dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo, Kepala LKPP Agus Rahardjo--kini Ketua KPK.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto; dan Ketua Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto juga hadir.
Dalam rapat tersebut, Gamawan menuding LKPP menghambat program e-KTP. Alih-alih mendukung, LKPP justru meminta tender e-KTP diulang. Pada rapat itu, Agus Rahardjo yang mewakili LKPP menyebut lelang tender e-KTP belum bisa dianggap clear apalagi sengketa lelang telah didaftarkan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Boediono menengahi perdebatan dengan memerintahkan pembentukan tim kecil untuk menyelesaikan masalah.
Rapat kedua berlangsung di tempat yang sama. Kali ini, Staf Khusus Wakil Presiden, Sofyan Jalil, disebut memimpin rapat. Sofyan dibantu asistennya, Laso. Dari LKPP yang hadir adalah Agus Rahardjo bersama seorang direktur. Pelaksana tugas Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) yang mewakili Kemendagri, ikut di dalam rapat ini.
<!--more-->
Kepada Tempo, Sofyan Jalil mengakui adanya rapat ini. Tapi dia membantah memimpin rapat itu dan menyangkal asistennya ikut berunding. Sofyan mengaku tidak ingat isi rapat, apalagi biasanya rapat di kantor Wakil Presiden hanya merupakan tindak lanjut program pemerintah. “Saya tidak tahu apa ada keputusan diambil di sana, tapi rasanya ketika itu kantor Wapres tidak pernah lagi terlibat tentang masalah tersebut,” katanya, Senin, 31 Oktober 2016.
Pada pertengahan rapat kedua itu, Agus Rahardjo menyatakan lembaganya mundur dari pendampingan. Alasannya, Kemendagri dianggap tidak mempedulikan saran LKPP. Misalnya, perlunya paket pekerjaan dipecah menjadi sembilan sehingga perusahaan yang menggarap paket dapat fokus pada bagiannya. Agus Rahardjo menyebut Kemendagri juga tidak menerapkan lelang secara elektronik alias e-Procurement seperti yang disarankan lembaganya.
Belakangan, program e-KTP tetap berlangsung. Lelang proyek usulan Kemendagri itu dimenangkan Konsorsium Percetakan Negara RI dengan nilai Rp 5,9 triliun. Pada 22 April 2014, KPK menetapkan Sugiharto, pejabat pembuat komitmen proyek itu, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP. Akhir September 2016, KPK menetapkan juga Dirjen Dukcapil, Irman, sebagai tersangka, sekaligus menyatakan kasus itu disinyalir merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp 2 triliun.
Hingga Senin malam, 31 Oktober 2016, Agus Martowardojo belum merespons permintaan wawancara yang diajukan Tempo. Dia juga tidak menjawab pertanyaan yang dikirim Tempo melalui WhatsApp, meskipun tampak telah terbaca. Pada hari yang sama, Tempo juga berupaya meminta tanggapan Boediono. Namun nomor telepon selulernya tidak aktif. Yopie Hidayat, juru bicara saat Boediono menjadi Wakil Presiden, memilih tak berkomentar. "Saya tidak bisa merepresentasikan Pak Boediono," katanya, Senin, 31 Oktober 2016.
<!--more-->
Wakil Ketua KPK lain, Basaria Panjaitan, mengatakan lembaganya perlu segera menyelesaikan pengusutan kasus e-KTP. "Karena sudah cukup lama terbengkalai," kata dia. Adapun menurutnya pemeriksaan Agus Martowardojo dianggap penting lantaran keterangan Agus akan berguna bagi kepentingan penyidikan. "Ada keterangan yang harus digali untuk memastikan peran setiap orang di dalam proses pelaksanaan proyek e-KTP."
Adapun penyidik KPK ternyata sudah memeriksa Agus Rahardjo pada Desember 2015, beberapa hari setelah ia dilantik menjadi Ketua KPK. "Hasilnya clear, penyidik tak perlu lagi memeriksa Agus Rahardjo kecuali ada fakta lain yang ditemukan," ujar seorang sumber. Agus Rahardjo membenarkan ini. "Dulu saya sudah jelaskan ke penyidik, tapi saya siap jika harus diperiksa lagi," katanya.
Tempo berupaya meminta tanggapan Gamawan, tapi nomor teleponnya dijawab orang lain. Usai diperiksa penyidik KPK pada 20 Oktober 2016, Gamawan menceritakan kembali rapat di kantor Wakil Presiden itu. "Saya dan sejumlah menteri lain hadir di situ," kata dia.
Gamawan menyatakan program e-KTP berjalan dengan pendampingan tiga lembaga: KPK, LKPP, dan BPKP. "Tidak ada yang menyatakan proyek e-KTP janggal," katanya. Gamawan juga mengklaim proyek e-KTP selalu diaudit.
Sebelum tender benar-benar digelar, Gamawan mengirimkan hasil audit BPKP tersebut ke KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan Agung. Dia mengklaim tidak ada kejanggalan pada rencana proyek. Dia juga mengklaim tender telah dilakukan secara elektronik. "Saya juga heran dengan kasus itu."
MUHAMAD RIZKI