Imparsial Nilai Negara Lakukan Kejahatan Soal Dokumen Munir

Reporter

Kamis, 27 Oktober 2016 22:19 WIB

Direktur Program Imparsial, Al Araf (kiri), dan Koordinator Riset Imparsial, Gufron Mabruri. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Imparsial Al Araf mengatakan dokumen resmi laporan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir yang belum ditemukan menunjukkan bahwa tata kelola sistem administrasi pemerintahan di negara ini sangat buruk.

Pernyataan itu disampaikan Al Araf dalam konferensi pers menyikapi perkembangan kasus Munir dan mendesak pemerintah untuk menuntaskannya. Acara tersebut dihadiri oleh mantan anggota TPF Munir Hendardi dan Amirudin Al Rahab.

"Berarti pemerintah tidak mempu untuk menjaga dan merawatnya sebagai arsip negara," kata Al Araf di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Oktober 2016.

Menurutnya dokumen tersebut penting dalam proses penegakan hukum dan dalam rangka mengungkap suatu kejahatan pembunuhan yang tidak diketahui keberadaannya.

Sebelumnya, keberadaan dokumen resmi laporan TPF Munir menjadi kontroversi di publik setelah keluarnya keputusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang memerintahkan pemerintah untuk mengumumkan dokumen itu kepada publik. Dalam menanggapi putusan itu, pemerintah menyatakan laporan itu tidak diketahui keberadannya dan tidak ada di Sekretariat Negara.

Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta beberapa menteri era kepemimpinannya telah memberikan penjelasan terkait hilangnya dokumen tersebut pada Senin, 24 Oktober 2016. Melalui mantan sekertaris kabinet era SBY, Sudi Silalahi, dinyatakan bahwa SBY telah menerima laporan tersebut dan salinannya telah diberikan kepada beberapa instansi terkait. Sudi menambahkan beberapa dokumen penting juga sudah diserahkan kepada Arsip Nasional Republik Indonesia.

Terkait hal ini, Al Araf menyatakan jika benar dokumen resmi negara itu hilang maka hal itu merupakan sebuah tindak pidana kejahatan. Ia menyebutkan pasal 53 Undang-Undang tentang Keterbukukaan Informasi dimana setiap orang atau badan hukum yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak atau menghilangkan dokumen informasi publik dapat dipidana penjara selama dua tahun. "Jadi langkah hukum itu ada, tapi kita masih ingin menunggu dan melihat langkah pemerintah selanjutnya," ujar Al Araf.

KURNIA RIZKI HANJANI | KUKUH

Berita terkait

Istri Munir Pesimistis Komnas HAM Bisa Selidiki Kasus Kematian Suaminya

41 hari lalu

Istri Munir Pesimistis Komnas HAM Bisa Selidiki Kasus Kematian Suaminya

Suciwati mengatakan Komnas HAM hanya memeriksa 3 saksi dalam waktu satu tahun tiga bulan dalam penyelidikan kembali kematian Munir.

Baca Selengkapnya

Respons Amnesty Internasional, Imparsial, Komnas HAM soal Anggota TNI Aniaya Warga Papua

41 hari lalu

Respons Amnesty Internasional, Imparsial, Komnas HAM soal Anggota TNI Aniaya Warga Papua

Warga Papua yang diduga anggota TPNPB-OPM itu bernama Definus Kogoya. Kejadian penganiayaan dilakukan di wilayah Kabupaten Puncak.

Baca Selengkapnya

Kecam Warga Papua Dianiaya TNI, Imparsial: Bukti Pendekatan Keamanan Tak Hormati HAM

41 hari lalu

Kecam Warga Papua Dianiaya TNI, Imparsial: Bukti Pendekatan Keamanan Tak Hormati HAM

Kekerasan di Tanah Papua, selalu berulang karena pemerintah masih menggunakan pendekatan keamanan dalam menangani konflik.

Baca Selengkapnya

Didesak Tetapkan Kasus Munir Jadi Pelanggaran HAM Berat, Komnas HAM: Tunggu Penyelidikan

42 hari lalu

Didesak Tetapkan Kasus Munir Jadi Pelanggaran HAM Berat, Komnas HAM: Tunggu Penyelidikan

Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) mendesak Komnas HAM menetapkan kasus pembunuhan Munir Said Thalib sebagai pelanggaran HAM berat

Baca Selengkapnya

Suciwati Tuntut Pengadilan HAM Ad Hoc Kematian Munir: Presiden Harus Buktikan Janji Menuntaskan

48 hari lalu

Suciwati Tuntut Pengadilan HAM Ad Hoc Kematian Munir: Presiden Harus Buktikan Janji Menuntaskan

Istri aktivis HAM Munir, Suciwati desak ada pengadilan HAM ad hoc untuk kematian suaminya. Ia menuntut presiden buktikan janji untuk menuntaskannya.

Baca Selengkapnya

Reaksi Ma'ruf Amin hingga Imparsial Soal TNI-Polri Isi Jabatan ASN

48 hari lalu

Reaksi Ma'ruf Amin hingga Imparsial Soal TNI-Polri Isi Jabatan ASN

Imparsial menilai penempatan TNI-Polri di jabatan ASN akan mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya dwifungsi ABRI.

Baca Selengkapnya

Suciwati Mengaku Sudah Lelah dengan Janji Pengusutan Pembunuhan Munir, Komnas HAM dan Kejagung Saling Lempar

49 hari lalu

Suciwati Mengaku Sudah Lelah dengan Janji Pengusutan Pembunuhan Munir, Komnas HAM dan Kejagung Saling Lempar

Suciwati, istri dari Munir berharap pengungkapan kasus pembunuhan terhadap suaminya segera tuntas.

Baca Selengkapnya

Kasum Desak Komnas HAM Segera Tetapkan Kasus Kematian Munir Sebagai Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia

49 hari lalu

Kasum Desak Komnas HAM Segera Tetapkan Kasus Kematian Munir Sebagai Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia

Komisi Aksi Solidaritas untuk Munir desak Komnas HAM segera tuntaskan kasus pembunuhan Munir Said Salib pada 7 September 2004.

Baca Selengkapnya

Diperiksa Komnas HAM soal Kematian Munir, Usman Hamid Berharap Dalang Pembunuhan Segera Diungkap

49 hari lalu

Diperiksa Komnas HAM soal Kematian Munir, Usman Hamid Berharap Dalang Pembunuhan Segera Diungkap

Menurut Usman Hamid, hasil penyelidikan tim pencari fakta sudah lengkap sehingga ia berharap Komnas HAM segera mengumumkan dalang pembunuhan Munir.

Baca Selengkapnya

Imparsial Kritik Rencana Pengesahan PP Manajemen ASN: Melegalisasi Dwifungsi ABRI, Mengancam Demokrasi

50 hari lalu

Imparsial Kritik Rencana Pengesahan PP Manajemen ASN: Melegalisasi Dwifungsi ABRI, Mengancam Demokrasi

Peraturan Pemerintah itu juga membahas jabatan ASN yang bisa diisi oleh prajurit TNI dan personel Polri, dan sebaliknya.

Baca Selengkapnya