Kredit Rp 4 Miliar BPD Gunung Kidul Bermasalah Ditangani Kejaksaan
Editor
Abdul Djalil Hakim.
Senin, 3 Oktober 2016 23:00 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini sedang melakukan penyidikan kasus pengucuran kredit Bank Pembangunan Daerah (BPD) Daerah Istimewa Yogyakarta Cabang Pembantu Playen, Gunung Kidul. Kredit senilai Rp 4 miliar itu macet.
Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta Azwar menjelaskan, kredit macet akibat perusahaan yang dikucuri kredit tidak bisa mengangsur. Harga lahan yang dijadikan agunan permohonan kredit ternyata tidak sesuai dengan nilai kredit yang dikucurkan. "Penyidik sudah cek lokasi lahan untuk menaksir kerugian," katanya, Senin, 3 Oktober 2016.
Menurut Azwar, sebanyak 10 orang saksi telah dimintai keterangan. Status penanganan kasus itu sejak Juli 2016 lalu telah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Namun, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
Para saksi yang diperiksa, antara lain, dari pihak perangkat desa, petugas Badan Pertanahan Negara (BPN) Gunungkidul, perwakilan CV Larasati, dan tim appraisal. Manajemen BPD sebagai pengucur kredit juga sudah diperiksa.
Kasus itu bermula dari pengucuran kredit dari BPD kepada CV Larasati pada 2014 yang lalu. Perusahaan itu bergerak di banyak bidang usaha, termasuk perbengkelan. Namun, pada kenyataannya, perusahaan itu tidak bisa melakukan kewajibannya membayar angsuran kredit.
Azwar mengatakan, perusahaan itu belum layak mendapatkan kredit senilai Rp 4 miliar. Setelah mengetahui kredit itu bermasalah, kejaksaan mulai menanganinya karena kredit yang dikucurkan merupakan bagian dari penyertaan modal oleh pemerintah daerah.
Hingga saat ini, kata Azwar, tim penyidik masih terus mendalami penyidikan guna mengungkap semua pihak yang terlibat. Tak terkecuali darim kalangan manajemen BPB. "Kami dalami apakah ada kesengajaan dari pihak bank mengucurkan kredit. Padahal pihak debitur belum mempunyai syarat kelayakan pengajuan kredit miliaran rupiah,” ucap Azwar.
Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan audit guna mengetahui jumlah kerugian negara.
Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, mengatakan dalam penyaluran kredit bank kerap terjadi kongkalikong antara pemohon kredit dengan pihak bank. Pegawai bank mendapatkan bonus atau justru diberi uang pelicin oleh pihak debitur. "Kalau ditangani jaksa, berarti ini kasus korupsi karena dana yang dikucurkan mengurangi penyertaan modal," ujarnya.
Hifdzil mencontohkan kasus pengucuran kredit yang melibatkan seorang bupati di Lampung pada 2008. Di situ juga ada permainan dalam pengucuran kredit perbankan.
MUH SYAIFULLAH