Petugas TNI, Polri, serta Basarnas dibantu alat berat mencari korban banjir bandang pascaluapan aliran Sungai Cimanuk di Lapangparis, Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jabar, 23 September 2016. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Garut - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jendral Tito Karnavian memerintahkan Kepolisian Daerah Jawa Barat, menyelidiki penyebab banjir bandang di Kabupaten Garut. Banjir yang melanda Garut pada Selasa, 20 September 2016 ini menyebabkan 27 orang meninggal dunia dan 23 orang masih dalam pencarian.
Selain menimbulkan korban tewas, bencana ini juga meluluhlantahkan ratusan rumah milik warga. Tercatat 633 rumah terendam dan sebanyak 57 rumah hanyut. ”Setelah tanggap darurat selesai, saya minta Polda membentuk tim untuk mempelajari akar masalah banjir bandang ini,” ujar Tito saat mengunjungi lokasi pengungsian di Makorem 062 Tarumanagara, Jumat, 23 September 2016.
Dalam proses penyelidikannya ini, tim kepolisian akan bekerjasama dengan Badan Penanggulangan Bencana Nasional dan pemerintah daerah. Proses penyelidikan ini untuk mengetahui apakah bencana banjir diakibatkan karena fenomena alam atau karena kerusakan alam yang diakibatkan oleh ulah manusia seperti ilegal logging.
Bila hasil penyelidikan ditemukan kerusakan akibat fenomena alam atau kerusakan lingkungan, maka kata Tito harus dilakukan penghijauan dengan cara kegiatan reboisasi di sepanjang aliran sungai. Namun bila bencana ini diakibatkan karena adanya perusakan hutan secara masif maka harus diselesaikan dengan penegakan hukum. “Kalau tidak diselesaikan akan terjadi lagi seperti sekarang ini,” ujar Tito.
Dalam kesempatan itu, Tito mengajak semua elemen masyarakat untuk turut membatu para korban bencana. Karena saat ini para korban memerlukan dukungan. Selain bantuan material, para korban juga memerlukan dukungan untuk menghilangkan rasa trauma dan memulihkan psikologinya. “Hari ini waktunya bagi kita untuk menolong sesama,” ujarnya.
Tito mengaku hingga saat ini tim Gabungan masih melakukan proses evakuasi dengan cara mencari korban hilang dan membersihkan puing-puing bangunan didaerah yang paling banyak terbawa arus sungai.
Dugaan rusaknya lingkungan juga sebelumnya disampaikan oleh Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman. Menurut dia kerusakan di wilayah hulu sungai cimanuk akibat salahnya penerapan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Sementara menurut Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, Sungai Cimanuk adalah sungai yang Koefisien Regim Sungai (KRS)-nya paling buruk. Bukan hanya se-Pulau Jawa, bahkan terburuk se Indonesia. Ketika musim kemarau, KRS Cimanuk nilainya 1, namun saat musim hujan nilainya langsung melonjak menjadi 771. Ini menunjukan kondisinya sudah sangat tak normal.
KRS adalah perbandingan debit air tertinggi dengan debit air terendah dalam satu periode. Biasanya pada saat musim hujan tertinggi dan musim kemarau terendah. KRS yang baik mempunyai nilai 50 ke bawah. KRS kategori sedang nilainya 50-120 dan KRS kategori buruk nilainya 120 ke atas. Kondisi itu diakibatkan karena gundulnya sejumlah hutan yang ada di sekitar hulu sungai Cimanuk.