Terancam di Garis Demarkasi  

Reporter

Editor

Agoeng Wijaya

Rabu, 14 September 2016 17:24 WIB

Sejumlah siswa Sekolah Dasar Binter, Desa Sumantipal, Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara berbaris di depan sekolah mereka, Rabu, 3 Agustus 2016.

TEMPO.CO - TAK sari-sarinya Balai Desa Sumantipal, Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, penuh sesak. Awal bulan lalu, ratusan warga Sumantipal berbondong-bondong memasuki rumah panggung dari kayu untuk menyuarakan kegelisahan mereka sebagai penduduk perbatasan. Kebetulan, pagi itu rombongan Badan Nasional Pengelola Perbatasan datang dari Jakarta.

Suasana memanas ketika Julius, salah seorang tokoh pemuda Desa Sumantipal, melontarkan ancaman. “Kalau tidak diperhatikan, kami akan angkat kaki ke Malaysia,” kata laki-laki 33 tahun tersebut di depan forum yang juga dihadiri anggota Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat, Hetifah Sjaifudian, itu.




Desa Sumantipal terletak di tepi
Sungai Simantipal, satu di antara sembilan wilayah perbatasan Kalimantan yang hingga kini masih dipersengketakan oleh Indonesia dan Malaysia.







Julius berharap saling klaim perbatasan tersebut segera diakhiri sehingga pembangunan semakin cepat dilakukan di daerahnya. Tuntutan serupa dilontarkan oleh Ketua Pemuda Penjaga Perbatasan Indonesia dan Malaysia, Paulus Murang. Dia prihatin atas kondisi masyarakat di desa-desa perbatasan. “Pernah saya tanya kepada anak-anak di perbatasan, apa lambang negara Indonesia?” kata Paulus. “Mereka jawab singa atau harimau. Itu kan lambang Malaysia.”

Namun agaknya Julius dan Paulus harus bersabar lebih lama lagi agar harapannya terwujud. Perundingan terakhir antara delegasi Indonesia dan Malaysia akhir bulan lalu berakhir tanpa hasil. Padahal pertemuan di Manado tersebut merupakan perundingan tapal batas ke-9 sejak digelar pertama kali di Bandung pada Juli 2012.

Sekretaris Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri Damos Agusman mengatakan perundingan Manado berlangsung alot, terutama dalam urusan identifikasi batas negara di lapangan. “Ini pekerjaan teknis yang kompleks,” kata Agusman.



Suasana di Balai Desa Sumantipal sebelum pertemuan dengan perwakilan Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Rabu, 3 Agustus 2016.

Dia membenarkan perundingan untuk menyelesaikan saling klaim di wilayah Outstanding Boundary Problem (OBP) di Kalimantan berlarut-larut. Sejak 2012, perundingan berfokus pada lima wilayah sengketa di sektor timur, yaitu Pulau Sebatik, Sungai Simantipal, Sungai Sinapad, titik B 2700-B 3100, dan C 500-C 600. Tiga titik sengketa perbatasan yang terakhir juga terletak di Kecamatan Lumbis Ogong.

Kepala Bidang Perencanaan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Makmur Marbun, yang ikut dalam perundingan di Manado, mempersoalkan permintaan Malaysia agar dilakukan survei ulang di wilayah Sungai Simantipal. “Mengapa harus disurvei ulang kalau itu sudah jelas ada patoknya,” kata Marbun.


Serba Terbatas di Perbatasan

BATAS daratan antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan memanjang sekitar 2 kilometer dari Tanjung Datu di Kalimantan Barat hingga Tawau di Kalimantan Utara. Garis perbatasan itu merupakan peninggalan garis wilayah kekuasaan Inggris dan Belanda yang menentukan wilayah kolonial lewat penandatanganan The Boundary Convention pada 1891 dan 1928. Kedua negara sebelumnya juga menyepakati tapal batas di Kalimantan lewat The Boundary Agreement pada 1915.

Pada era kemerdekaan, Indonesia sebenarnya telah meneken nota kesepahaman tentang garis perbatasan dengan Malaysia pada 1975. Sejak saat itu, upaya penegasan tapal batas di Kalimantan lewat pemasangan pilar perbatasan mulai dilakukan. Namun sejak saat itu pula sengketa batas wilayah kedua negara berlangsung.


Ketinting atau perahu kayu bermesin tunggal merupakan moda transportasi utama di Desa Sumantipal, Nunukan, Kalimantan Utara.

Meski belum berhasil menuntaskan sengketa wilayah perbatasan, Kepala Bidang Perencanaan BNPP Makmur Marbun mengklaim perundingan di Manado akhir bulan lalu telah menghasilkan komitmen baru. Pemerintah Indonesia dan Malaysia, kata dia, bersepakat mengkaji persoalan sosial dan ekonomi di wilayah OBP. Sebab, saat ini banyak warga negara Indonesia di perbatasan bekerja dan tinggal di wilayah Malaysia.

Kepala BNPP Provinsi Kalimantan Utara Udau Robinson membenarkan soal banyaknya masalah sosial dan ekonomi di wilayah perbatasan. Dia mengibaratkan warga Desa Sumantipal seperti warga Bogor yang bekerja di Jakarta. “Setiap hari berangkat pagi pulang sore untuk mencukupi kebutuhan hidup,” ujarnya. Menurut dia, tak jauh dari desa tersebut, hamparan lahan perkebunan membentang di wilayah Malaysia dan menjadi lapangan pekerjaan bagi sebagian besar masyarakat.

Julius salah satunya. Dia menghidupi istri dan tiga anaknya dengan bekerja saban hari di perkebunan kelapa sawit di Sabah, Malaysia. Menurut dia, sulitnya mencari pekerjaan di Indonesia disebabkan oleh terbatasnya akses dan jauhnya jarak desa dari kota.

Sebutlah Kabupaten Malinau, kota terdekat dari Sumantipal. Untuk menuju ke sana, warga desa harus menaiki ketinting selama dua jam menyusuri Sungai Sembakung. Setidaknya diperlukan 200 liter solar untuk menggerakkan perahu kecil dari kayu bermesin tunggal tersebut.

Sedangkan untuk menuju kampung terdekat di Sabah, warga Desa Sumantipal hanya membutuhkan waktu kurang dari




Sejumlah anak Desa Sumantipal berpakaian adat Dayak.


30 menit. Itu sebabnya, menurut Julius, bukan hanya urusan pekerjaan, harga bahan kebutuhan pokok pun lebih murah membeli di Malaysia ketimbang di Indonesia.

Semua kemudahan itu pula yang melatarbelakangi Julius memiliki identity card (IC), kartu tanda penduduk Malaysia. Julius tak sendiri. Kartu serupa dikantongi sejumlah tetangganya. “Kami menyamar saja,” ujarnya. “Karena kami satu suku, satu bahasa.

Menurut Julius, pemerintah Malaysia memberikan jaminan ekonomi bagi pemegang IC. Setiap bulan, dia mencontohkan, ada bantuan ringgit Malaysia senilai Rp 2-3 juta untuk penduduk yang berusia 50 tahun ke atas. Ada juga bantuan pendidikan bagi setiap anak Desa Sumantipal yang bersekolah di Malaysia. Dua anak Julius, misalnya, sekolah di Sabah sehingga berhak menerima uang setara Rp 3 juta per bulan. “Kalau di Indonesia enggak dapat, bahkan kami yang membayar sendiri ongkos sekolah,” ucapnya.

Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Datuk Seri Zahrain Mohamed Hashim, menampik kabar bahwa pemerintah Malaysia memfasilitasi pembuatan IC kepada warga negara Indonesia di perbatasan Kalimantan. “Enggak ada buktilah, kalau ada bukti baru bisa saya laporkan,” ujarnya. Namun dia enggan mengomentari alotnya perundingan OBP. “Saya masih checking."

DANANG FIRMANTO

Berita terkait

Kementerian Luar Negeri Benarkan Ada WNI Terlibat Pembunuhan di Korea Selatan

1 hari lalu

Kementerian Luar Negeri Benarkan Ada WNI Terlibat Pembunuhan di Korea Selatan

Kementerian Luar Negeri RI membenarkan telah terjadi perkelahian sesama kelompok WNI di Korea Selatan persisnya pada 28 April 2024

Baca Selengkapnya

Otoritas di Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Tak Percaya Israel Gunakan Senjata dengan Benar

3 hari lalu

Otoritas di Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Tak Percaya Israel Gunakan Senjata dengan Benar

Biro-biro di Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat tidak percaya Israel gunakan senjata dari Washington tanpa melanggar hukum internasional

Baca Selengkapnya

Rusia Akan Balas Jika Aset-asetnya Disita Amerika Serikat

3 hari lalu

Rusia Akan Balas Jika Aset-asetnya Disita Amerika Serikat

Kementerian Luar Negeri Rusia mengancam negara-negara Barat akan mendapat balasan tegas jika aset-aset Rusia yang dibekukan, disita

Baca Selengkapnya

WNI Selamat dalam Gempa Taiwan

4 hari lalu

WNI Selamat dalam Gempa Taiwan

Taiwan kembali diguncang gempa bumi sampai dua kali pada Sabtu, 26 April 2024. Tidak ada WNI yang menjadi korban dalam musibah ini

Baca Selengkapnya

IOM Dapat Penghargaan Hasan Wirajuda Pelindungan WNI

5 hari lalu

IOM Dapat Penghargaan Hasan Wirajuda Pelindungan WNI

IOM merupakan organisasi internasional pertama yang menerima Penghargaan Hasan Wirajuda Pelindungan WNI

Baca Selengkapnya

23 Individu Dapat Penghargaan Hassan Wirajuda Pelindungan WNI Award

5 hari lalu

23 Individu Dapat Penghargaan Hassan Wirajuda Pelindungan WNI Award

Sebanyak 23 individu mendapat Hassan Wirajuda Pelindungan WNI Award karena telah berjasa dalam upaya pelindungan WNI

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Gunakan Hak Veto Gagalkan Keanggotaan Penuh Palestina di PBB, Begini Sikap Indonesia

11 hari lalu

Amerika Serikat Gunakan Hak Veto Gagalkan Keanggotaan Penuh Palestina di PBB, Begini Sikap Indonesia

Mengapa Amerika Serikat tolak keanggotaan penuh Palestina di PBB dengan hak veto yang dimilikinya? Bagaimana sikap Indonesia?

Baca Selengkapnya

Kemlu Respons Veto AS Soal Resolusi Negara Palestina di PBB

12 hari lalu

Kemlu Respons Veto AS Soal Resolusi Negara Palestina di PBB

Kementerian Luar Negeri RI menyoroti gagalnya PBB mensahkan keanggotaan penuh Palestina.

Baca Selengkapnya

Menteri Luar Negeri Rusia dan Iran Disebut Saling Kontak Sehari sebelum Serangan Ke Israel

15 hari lalu

Menteri Luar Negeri Rusia dan Iran Disebut Saling Kontak Sehari sebelum Serangan Ke Israel

Sergey Lavrov terhubung dalam percakapan telepon dengan Iran Hossein Amirabdollahian sebelum serangan membahas situasi di Timur Tengah

Baca Selengkapnya

Reaksi Pemimpin Dunia Terbelah soal Serangan Iran Ke Israel

15 hari lalu

Reaksi Pemimpin Dunia Terbelah soal Serangan Iran Ke Israel

Serangan Iran ke Israel menuai respon berbeda para pemimpin dunia.

Baca Selengkapnya