Penyidik KPK menggeledah ruang kerja Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam di Kendari, Sulawesi Tenggara, 23 Agustus 2016. KPK disebut telah menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam izin penerbitan usaha pertambangan. ANTARA FOTO/Jojon
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Utama PT Bososi Pratama, Andi Uci Abdul Hakim. Pemanggilan ini terkait penyalahgunaan kewenangan oleh Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam dalam persetujuan dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan di Sulawesi Tenggara tahun 2008-2014.
Juru bicara KPK, Yuyuk Andriati Iskak, mengatakan Andi dipanggil sebagai saksi untuk Gubernur Nur Alam. KPK mendapatkan informasi bahwa PT Bososi memiliki peran dalam perkara Nur Alam.
Yuyuk mengatakan pemeriksaan terhadap Andi dilakukan untuk mengkonfirmasi dugaan itu. "Mengkonfirmasi keterlibatan saksi untuk dimintai keterangan peran perusahaannya terkait perkara," kata dia.
KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penerbitan izin usaha pertambangan di Sulawesi Tenggara tahun 2008-2014 sejak 23 Agustus. KPK menduga Nur Alam telah menyalahgunakan wewenang atas penerbitan izin usaha tambang nikel kepada PT Anugrah Harisma Barakah di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara pada 2009-2014.
Ada imbal balik diduga diterima Nur Alam dari penerbitan izin tambang ini. Imbal balik itu terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2013 yang pernah ditulis oleh Majalah Tempo.
Dalam laporan itu, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar US$ 4,5 juta atau setara dengan Rp 50 miliar dari Richcorp Internasional. Uang itu dikirim ke satu bank di Hong Kong, sebagian lagi di antaranya ditempatkan pada tiga polis asuransi AXA Mandiri. Lalu polis itu diduga dibatalkan Nur Alam dan dikirim ke beberapa rekening baru.
PT Realluck International Ltd, yang 50 persen sahamnya dimiliki oleh Richcop, merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia. Kantor PT Billy, yang terafiliasi dengan PT Anugrah Harisma Barakah beralamat di Pluit, Jakarta Utara, sudah digeledah penyidik KPK.
Andi Uci sebelumnya pernah berurusan dengan aparat hukum dalam urusan pertambangan. Berdasarkan direktori putusan Mahkamah Agung No 22/Pid.B/2015/PN.Unh di Pengadilan Negeri Unaaha, Konawe, Sulawesi Tenggara, Andi Uci dinyatakan bersalah melakukan Tindak Pidana khusus "Membantu Orang Lain Melakukan Pengangkutan Dan Penjualan Mineral Yang Tidak Disertai Izin Usaha Pertambangan".
Andi Uci dijatuhi pidana penjara selama satu bulan dan 15 hari dan denda Rp10 juta subsider tiga bulan kurungan. Putusan tersebut diputuskan pada 7 Mei 2015.