Puluhan Jurnalis Malang Raya dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan Perhimpunan Pers Mahasiswa Malang menggelar aksi unjuk rasa memperingati Hari Kebebasan Pers Dunia di alun-alun tugu Malang, Jawa Timur, 3 Mei 2016. Dalam aksi tersebut mereka juga mengimbau kepada jurnalis untuk bekerja secara profesional dan mematuhi Kode Etik dalam menjalankan kerja jurnalistik. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen memperkenalkan situs web baru sebagai respons terhadap masalah pemusatan kepemilikan media dan merosotnya mutu jurnalisme di Indonesia. Situs online ini bernama independen.id.
"Peluncuran independen.id merupakan upaya AJI menjawab tantangan era media baru," ujar Suwarjono, Ketua AJI, dalam rilis yang diterima Sabtu, 27 Agustus 2016.
AJI telah mendorong anggotanya di sejumlah kota menggagas terbentuknya media online lokal multiplatform. "Tujuannya mendorong demokratisasi media," katanya. Untuk tingkat nasional, AJI mendorong media nasional membantu media lokal tumbuh dan memfasilitasi pertumbuhan mereka lewat berbagai pelatihan, lokakarya, pengembangan jaringan, infrastruktur, hingga distribusi konten.
Kemajuan teknologi mengubah perilaku pembaca dan mengubah sistem produksi serta penyebaran berita. "Kadang pembaca bingung membedakan mana informasi yang bisa dipertanggungjawabkan dan mana berita hoax," tuturnya.
Hal itu terjadi karena standar jurnalis yang dibangun bertahun-tahun dikoyak dengan memunculkan berita sepotong. Ini bisa mengaburkan makna berita, opini, rumor, atau fiksi.
Peluncuran situs independen.id ini juga bertepatan dengan resepsi peringatan hari ulang tahun AJI ke-22 pada Jumat, 26 Agustus 2016, di Jakarta. Tema yang diambil adalah "Media, Ekspresi, Keberagaman".