Sejumlah massa dari Koalisi Masyarakat Sipil dan Seniman berunjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta, 17 Februari 2016. Dalam aksinya, mereka mendesak Presiden Joko Widodo untuk menolak pembahasan Revisi UU KPK bersama dengan DPR dan menariknya dalam prolegnas 2015-2019. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Akbar Hadiprabowo, membantah revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan memudahkan koruptor mendapatkan remisi. “Justru kami lebih progresif,” katanya kepada Tempo di kantornya, Kamis, 25 Agustus 2016.
Menurut Akbar, PP Nomor 99 adalah kemunduran dari pemberantasan korupsi. Dalam peraturan tersebut, remisi terhadap koruptor diberikan setelah narapidana menjalani hukuman 6 bulan penjara. Namun, pada rancangan revisinya, narapidana akan mendapatkan remisi setelah menjalani hukuman sepertiga dari total vonis.
Revisi tersebut merujuk pada PP Nomor 28 Tahun 2006 untuk syarat pemberian remisi. Dalam peraturan itu disebutkan remisi bisa diberikan setelah narapidana menjalani sepertiga dari total hukuman. Akbar berujar, dalam revisi juga dicantumkan pemberian remisi untuk koruptor dilakukan setelah koruptor itu mengembalikan uang dan membayar denda yang ditetapkan pengadilan.
Komisi Pemberantasan Korupsi keukeuh menolak rencana revisi PP Nomor 99 Tahun 2012. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata berencana melapor ke Presiden Joko Widodo jika Kementerian tetap menggulirkan revisi. Ia bahkan menuturkan KPK sudah berulang kali keberatan dengan kemudahan pemberian remisi untuk koruptor.
Menurut Akbar, KPK belum memahami substansi revisi yang dimaksud kementeriannya. Ia berujar, PP Nomor 99 tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995. Bahkan proses pembuatannya tidak sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2012.
Akbar menegaskan, revisi PP Nomor 99 bukan mempermudah pemberian remisi, tapi ada faktor pengetatan melalui Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). “Mereka (koruptor) harus menjalani sepertiga masa pidana dulu baru bisa diberi remisi,” tuturnya.