Isu Prepcom UN Habitat: Urbanisasi, Kemiskinan, dan Permukiman
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Kamis, 28 Juli 2016 04:20 WIB
TEMPO.CO, Surabaya - Acara persiapan konferensi perkotaan III atau Preparatory Committee (Prepcom) III United Nation (UN) Habitat di Grand City Surabaya, yang berlangsung dari 25 sampai 27 Juli 2016, sudah hampir berakhir. Sekretaris Jenderal UN Habitat Joan Clos menyampaikan rangkuman kesepakatan konferensi perkotaan PBB tersebut meski negosiasi sempat alot. Joan mengatakan semua negara telah menyatakan satu visi atas konsep itu.
“Isi utama dari New Urban Agenda masih terus didiskusikan. Saat ini masih perlu beberapa jam lagi untuk menyelesaikan negosiasinya,” kata Clos saat konferensi pers, Rabu, 27 Juli 2016, pukul 18.30 WIB. (Baca: Negosiasi Konferensi Perkotaan PBB Berlangsung Alot)
Dia menambahkan, konsep yang telah dinegosiasikan 142 negara itu sudah disepakati secara konsensus. Pembahasan konferensi perkotaan yang ketiga ini merupakan pembahasan terakhir sebelum dibawa ke Quito pada Oktober mendatang sebagai acuan New Urban Agenda (NUA) untuk 20 tahun ke depan.
Pada intinya, negosiasi ini membahas dua isu penting, antara lain tentang pembangunan urbanisasi dan perubahan iklim. Isu tentang lahan menjadi penting dalam pembangunan urbanisasi karena berkaitan dengan ledakan penduduk, diiringi dengan berkurangnya lahan. Penggunaan tanah, kata dia, harus diatur secara normatif dan intensif oleh pemerintah.
“Kita tidak bisa seenaknya mengambil tanah pertanian nantinya,” tuturnya.
Dalam 20-30 tahun terakhir, Clos menyebutkan banyaknya mobilitas yang memakan lahan permukiman dan pertanian telah menjadi masalah besar dalam tata kota. Lahan itu, kata Clos, banyak yang dijadikan industri, pariwisata, rekreasi, dan hal komersial yang lain. Tentu pemerintah setiap negara, ujar dia, bisa mengatasi masalah ini. Berkaitan dengan lahan akhirnya juga membahas masalah perumahan. Harga rumah yang terjangkau begitu penting dibahas. Sebab, kata Clos, nantinya akan ada banyak penduduk yang membutuhkan rumah dalam jangka 20 tahun ke depan. (Baca juga: Risma Bicara Soal Permukiman Murah dan Ramah di UN Habitat)
Dia juga mengimbau seluruh masyarakat mendukung kinerja pemerintah perihal urbanisasi ini. Sebab, menurut dia, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Dalam melaksanakan New Urban Agenda (NUA), kata Joan, juga dibutuhkan dana yang tinggi. Dia berharap seluruh komponen masyarakat mau bekerja sama mewujudkan itu.
Selain itu, Clos menekankan isu kemiskinan. Banyaknya penduduk yang datang ke kota akan mempengaruhi peluang lapangan pekerjaan. Dalam rancangan itu, kata dia, mengandung kesepakatan agar masyarakat yang datang ke kota diberi pelatihan.
“Agar tidak terjadi masalah sosial, seperti keamanan dan terorisme, sehingga harus diberi pekerjaan yang layak,” katanya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Rina Agustin mengatakan Indonesia mengusung budaya menjadi salah dimensi pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Hal itu meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH