Ombudsman Jateng Temukan Banyak Pungutan Siswa
Editor
LN Idayanie Yogya
Jumat, 15 Juli 2016 16:14 WIB
TEMPO.CO, Semarang - Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah menyatakan di masa penerimaan siswa baru saat ini menjadi ajang pungutan terhadap orang tua/siswa baru di Jawa Tengah.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah Achmad Zaid menyatakan menerima banyak laporan orang tua siswa, yang mengeluhkan pungutan-pungutan siswa baru. “Secara umum pungli masih terjadi di banyak sekolah. Nilai pungutannya rata-rata di atas Rp 1 juta. Bahkan ada yang sampai Rp 5 juta,” katanya, kepada Tempo di Semarang, Jumat, 15 Juli 2016.
Modusnya, uang untuk pembangunan, seperti membuat pagar, laboratorium, dan lain-lain. Padahal, sesuai aturan, pembangunan seperti itu tanggung jawab pemerintah. Namun sekolah berargumentasi, jika meminta pemerintah butuh waktu lama. Achmad Zaid menengarai, pungutan itu sebenarnya dibagi-bagi kepada guru.
“PPDB itu bukan kepanjangan dari panitia peserta didik baru. Tapi panitia pencari dana bersama,” kata Achmad.
Achmad mencontohkan, di MAN 1 Semarang pernah ada pungutan siswa, yang jumlahnya bervariasi. Ada yang Rp 100 ribu, Rp 500 ribu, Rp 1 juta, dan Rp 2 juta. Total uang pungutan sekitar Rp 400 juta dari 486 siswa.
Namun setelah diprotes, pungutan itu dikembalikan ke siswa. Adapun di MTs Kendal, kata Achmad, pungutannya bervariasi hingga ada yang menembus angka Rp 1 jutaan. Achmad menyebut dugaan pungutan juga terjadi di beberapa SMA di Kota Semarang, seperti di SMA 3 dan 6.
Achmad menyatakan masyarakat tidak bisa membedakan antara pungutan yang dilarang dan sumbangan yang diperbolehkan. “Jika jumlah dan waktunya ditentukan maka tidak diperbolehkan,” katanya.
Apalagi, pungutan ini dibebankan kepada anak yang belum menjadi siswa. Adapun sumbangan, waktu, dan jumlahnya tidak ditentukan karena sukarela. Di Jawa Tengah, kata Achmad Zaid, banyak sekolah, belum-belum sudah menerapkan pungutan.
“Mereka belum jadi siswa sudah ditarik uang sumbangan,” kata Achmad. Padahal, itu jelas tidak diperbolehkan. Melanggar Permendis 962 Tahun 2016 tentang pedoman penerimaan siswa (Pasal 22 ayat 4).
Achmad menengarai kasus pungutan ke siswa baru banyak terjadi. Namun, banyak orang tua siswa tak berani protes maupun lapor. Sedangkan Ombudsman, sangat terbatas karena hanya memiliki lima personel. Anggarannya pun minim.
Ombudsman menerima laporan dari salah satu orang tua siswa di mana anaknya harus membayar Rp 250 ribu untuk kelulusan dan uang lain-lain, totalnya Rp 1,25 juta.
Kepala MTs Kendal, Asroni, membantah disebut melakukan pungutan ke anak didik. “Pembiayaan bersifat sukarela,” kata Asroni.
Dia mencontohkan, kelulusan butuh biaya kenang-kenangan tapi sifatnya sukarela dan tidak ada unsur pemaksaan. Ada yang menyumbang Rp 50 ribu ada yang Rp 100 ribu. “Bahkan ada yang tidak memberi. Kami tidak memaksa,” katanya.
ROFIUDDIN