Ahli Saraf: Hukuman Kebiri Membuat Orang Lebih Agresif  

Reporter

Jumat, 27 Mei 2016 13:49 WIB

Front Page Cantik. Dikebiri, Lalu Kemayu. Shutterstock.com

TEMPO.CO, Jakarta - Roslan Yusni Hasan mengatakan hukuman kebiri dengan cara menyuntikkan zat kimia ke dalam tubuh pelaku kekerasan seksual berbahaya bagi kesehatan. Dokter spesialis saraf atau neurologi ini mengatakan suntikan zat kimia tersebut akan membuat hormon seseorang menjadi tidak normal.

"Hormonal tidak seimbang, kerja otak terganggu, kerja tubuh juga terganggu. Semua terganggu," ucap Roslan saat dihubungi Tempo, Jumat, 27 Mei 2016.

Tanggapan Roslan ini sekaligus merespons Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perpu ini, antara lain, mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual.

Roslan menjelaskan, suntikan zat kimia tidak lantas membuat pria menjadi kemayu dan tak memperkosa lagi. Sebab, ujar dia, kebiri kimia cuma berfungsi menurunkan gairah seksual atau libido seseorang.

Menurut dia, biasanya, terapi hormon diberikan kepada seseorang yang kekurangan hormon, misalnya orang yang merasa sakit karena estrogennya rendah. Sedangkan bagi orang yang gelisah akibat hormon testosteronnya rendah, ditambahkan testosteron ke dalam tubuhnya. "Kalau itu, pertimbangannya kesehatan. Kalau (hukuman kebiri) ini, kan, pertimbangannya bukan kesehatan, tapi hukuman," tuturnya.

Menurut dia, kebiri kimia justru menyakiti seseorang karena akan membuat kondisi hormonnya menjadi tidak seimbang. "Sekarang hormon kita semua dalam batas-batas normal, kemudian ditambah, ya jadi tidak normal," ucapnya.

Roslan mengatakan pelaku yang sudah dikebiri bisa kembali memperkosa meskipun libidonya rendah. Itu karena memorinya mengenai kekerasan seksual tetap ada. Di samping itu, ujar Roslan, pemerkosaan terjadi karena ada kesempatan dan keinginan berbuat jahat.

Dia berpendapat, seseorang yang dikebiri berpotensi lebih agresif dan memicu depresi. "Orang yang depresi bisa menjadi lebih agresif," tuturnya. Roslan mengatakan dampak dari perubahan hormon adalah membuat orang gelisah, merasa kepanasan, kesakitan, mual, dan pusing.

Roslan sangsi hukuman kebiri kimia dapat mengurangi angka pemerkosaan. "Yang perlu sebenarnya adalah pengamanan diperketat, edukasi diperketat, dan mengajari orang-orang supaya sopan sama perempuan."

REZKI ALVIONITASARI




Berita terkait

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

15 hari lalu

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

Selain musim libur panjang Idul Fitri, April juga tengah musim pancaroba dan dapat menjadi ancaman bagi kesehatan. Berikut pesan PB IDI.

Baca Selengkapnya

Mengenang Perjuangan Tenaga Medis Saat Pagebluk Pandemi Covid-19

45 hari lalu

Mengenang Perjuangan Tenaga Medis Saat Pagebluk Pandemi Covid-19

Setidaknya ada 731 tenaga medis meninggal saat bertugas pandemi Covid-19, sekitar 4 tahun lalu.

Baca Selengkapnya

IDI Ingatkan Potensi Kenaikan Kasus DBD di Musim Pancaroba

54 hari lalu

IDI Ingatkan Potensi Kenaikan Kasus DBD di Musim Pancaroba

PB IDI mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap DBD di musim pancaroba seperti sekarang.

Baca Selengkapnya

IDI Peringatkan Potensi Peningkatan Demam Berdarah Hingga Juni

55 hari lalu

IDI Peringatkan Potensi Peningkatan Demam Berdarah Hingga Juni

IDI peringatkan potensi peningkatan kasus demam berdarah hingga di musim pancaroba

Baca Selengkapnya

Pemerataan Dokter Spesialis Bisa Dimulai dari Dukungan Pemerintah Daerah

23 Februari 2024

Pemerataan Dokter Spesialis Bisa Dimulai dari Dukungan Pemerintah Daerah

Ketua IDI Mohammad Adib Khumaidi mengatakan, pemerintah daerah berperan untuk pemerataan dokter spesialis

Baca Selengkapnya

Prabowo Janjikan Bangun 300 Fakultas Kedokteran, Apa Tanggapan IDI dan IDAI?

8 Februari 2024

Prabowo Janjikan Bangun 300 Fakultas Kedokteran, Apa Tanggapan IDI dan IDAI?

IDI dan IDAI menilai rencana Prabowo mendirikan 300 Fakultas Kedokteran Prabowo bukan solusi yang tepat mengatasi masalah kesehatan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Rokok Elektrik Kena Pajak Mulai 1 Januari 2024, Ketahui Bahaya Memakainya

3 Januari 2024

Rokok Elektrik Kena Pajak Mulai 1 Januari 2024, Ketahui Bahaya Memakainya

Rokok elektrik mulai dikenai pajak pada 1 Januari 2024. Apa bahaya dan efek samping memakai rokok elektrik bagi kesehatan?

Baca Selengkapnya

KPU Akan Memilih Petugas KPPS Berusia Maksimal 50 Tahun

12 Oktober 2023

KPU Akan Memilih Petugas KPPS Berusia Maksimal 50 Tahun

Ketua KPU Hasyim Asyari mengatakan mitigasi kematian pada petugas KPPS akan menjadi perhatian KPU. Terutama bukan berusia 50 tahun ke atas.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Lukas Enembe Ganggu Kenyamanan Tahanan Lain dan Tak Disiplin Konsumsi Obat

5 Agustus 2023

KPK Sebut Lukas Enembe Ganggu Kenyamanan Tahanan Lain dan Tak Disiplin Konsumsi Obat

KPK menerima surat dari tahanan lain yang mengeluhkan keberadaan Lukas Enembe.

Baca Selengkapnya

Saran IDI untuk Cegah Kasus Bullying Dokter Residen

24 Juli 2023

Saran IDI untuk Cegah Kasus Bullying Dokter Residen

Praktik perundungan atau bullying dokter residen sudah puluhan tahun tidak pernah berani diungkapkan.

Baca Selengkapnya